بسم
الله الرحمن الرحيم
Khutbah Jum’at
Syukur dan Sabar, dua sikap orang mukmin dalam menjalani
kehidupan di dunia
Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I
(Dosen Kampus Islam Daarul Qur’an wa Sunnah)
Khutbah I
إنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ
بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ
اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ
وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ
اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا –يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فقَدْ فَازَ فوْزًا عَظِيمًا.
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ
اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Ma’asyiral
muslimin sidang shalat Jum’at rahimakumullah
Pertama-tama marilah kita panjatkan puja dan puji syukur
kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala yang telah memberikan kepada kita berbagai
nikmat, terutama adalah nikmat Islam, Iman, Hidayah, Taufiq, Sehat wa Afiyat,
dan nikmat-nikmat lainnya yang tidak terhitung oleh kita jumlahnya.
Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
orang-orang yang mengikuti Sunnahnya hingga hari Kiamat.
Khatib berwasiat baik kepada diri khatib sendiri maupun
kepada para jamaah sekalian, marilah kita tingkatkan terus takwa kita kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena orang-orang yang bertakwalah yang akan
memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.
Ma’asyiral
muslimin sidang shalat Jum’at rahimakumullah
Keadaan seseorang di
dunia antara dua hal; mendapatkan nikmat –dan ini lebih sering dan lebih
banyak- serta mendapatkan musibah.
Al Manawi
dalam Fathul Qadir berkata, “Seorang hamba selama beban (agama) masih berlaku
padanya, maka jalur-jalur kebaikan terbuka di hadapannya, karena ia berada di
antara nikmat yang wajib disyukuri pemberinya dan di antara musibah yang wajib
disikapi dengan sabar. Demikian pula ia berada di antara perintah yang harus ia
laksanakan, dan berada pula di antara larangan yang harus ia jauhi, dan hal itu
wajib sampai akhir hayat.”
Nikmat yang Allah
berikan begitu banyak, sampai kita tidak sanggup menjumlahkannya. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ
اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
“Jika kamu
menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya.” (Qs. Ibrahim: 34)
Semua itu berasal dari
Allah Azza wa Jalla sebagaimana firman-Nya,
وَمَا بِكُمْ مِنْ
نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu,
maka dari Allah-lah (datangnya),” (Qs. An Nahl: 53)
Akan tetapi ketika
seseorang mendapatkan musibah, seringnya lupa terhadap nikmat-nikmat yang
sebelumnya dirasakan. Allah Azza wa Jalla berfirman,
إِنَّ الْإِنْسَانَ
لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ
“Sungguh, manusia itu sangat ingkar, (tidak
berterima kasih) kepada Tuhannya.” (Qs. Al ‘Aadiyat: 6)
Menurut Al Hasan, maksud “sangat
ingkar/kanuud” adalah orang yang menghitung-hitung musibah dan melupakan
nikmat-nikmat yang Allah berikan kepadanya.
Kita akan mengetahui
besarnya nikmat Allah Azza wa Jalla ketika nikmat itu dicabut dari kita. Kita
akan mengetahui besarnya nikmat melihat, ketika kita tidak bisa melihat. Kita
akan mengetahui besarnya nikmat mendengar, ketika kita tidak bisa mendengar,
dan Kita akan mengetahui besarnya nikmat sehat, ketika kita sakit.
Sikap seorang mukmin
ketika mendapatkan nikmat atau kebalikannya; mendapatkan musibah telah
diterangkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya,
عَجَبًا لِأَمْرِ
الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا
لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ
أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh
mengagumkan urusan orang mukmin. Semua urusannya baik baginya, dan hal itu
hanya ada pada diri seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan nikmat, dia
bersyukur, maka hal itu baik baginya dan apabila dia mendapatkan musibah, ia
bersabar; itu pun baik baginya.”
(Hr.
Muslim)
Dengan demikian, sikap
seorang mukmin ketika mendapatkan nikmat adalah bersyukur, dan hal ini baik
baginya. Bagaimana tidak? Bukankah dengan syukur Allah jaga nikmat itu dan Dia
berikan tambahan, bukankah dengan syukur Allah ridha kepadanya, dan bukankah
dengan syukur Allah akan berikan pahala yang besar dan surga-Nya?
Ya, Allah Azza wa Jalla
berfirman,
لَئِنْ شَكَرْتُمْ
لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Sungguh, jika kamu bersyukur, maka akan Aku
tambahkan (nikmat-Ku) kepadamu.” (Terj. QS. Ibrahim: 7)
وَإِنْ تَشْكُرُوا
يَرْضَهُ لَكُمْ
“Dan jika kamu
bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu syukurmu itu.” (Qs. Az Zumar: 7)
وَسَيَجْزِي اللَّهُ
الشَّاكِرِينَ
“Dan Allah akan memberi
balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Qs. Ali Imran: 144)
Banyaknya nikmat yang
Allah Azza wa Jalla berikan
Ma’asyiral
muslimin sidang shalat Jum’at rahimakumullah
Kalau kita perhatikan kenikmatan
yang Allah berikan kepada kita saat ini, ternyata jauh melebihi kenikmatan yang
dirasakan oleh generasi terdahulu, bahkan keadaan kita sekarang seperti raja di
zaman dahulu.
1. Jika merasakan panas, kita tidak perlu menggunakan kipas tangan
yang melelahkan, cukup menggunakan kipas angin listrik, bahkan bisa lebih sejuk lagi, yaitu menggunakan AC.
2. Jika
kita membutuhkan air yang sejuk atau air hangat, kita tidak perlu mencarinya jauh-jauh, cukup
mengambilnya dari kulkas atau menggunakan dispenser untuk mengambil air hangat.
3. Jika
kita hendak berpesan kepada teman atau memberi kabar, tidak harus datang langsung menemui yang
bersangkutan, bahkan cukup mengirimkan
pesan lewat sms, whatsapp, dsb. Kita
juga tidak lagi menggunakan pos surat. Bahkan ada video call yang memudahkan
bertatap langsung dengan yang bersangkutan. Demikian juga kita dapat mengadakan
rapat bersama dengan aplikasi meeting
tanpa harus bertemu fisik.
4.
Perjalanan jauh yang dulu ditempuh berhari-hari bahkan berbulan-bulan, kini
hanya ditempuh dalam beberapa jam menggunakan pesawat.
5. Dan
lain-lain
Nikmat-nikmat itu bisa saja
dicabut dari kita jika
kita tidak bersyukur, maka ikatlah nikmat itu dengan syukur.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah
berkata, “Ikatlah nikmat-nikmat yang Allah berikan dengan syukur.”
Lalu bagaimanakah praktek syukur
itu?
Ma’asyiral muslimin sidang shalat
Jum’at rahimakumullah
Prakteknya adalah dengan mengakui
semua nikmat itu berasal dari Allah Azza wa Jalla, memuji dan menyebut nama-Nya, melaksanakan perintah-perintah-Nya dan
menjauhi larangan-larangan-Nya, serta menggunakan nikmat yang Dia berikan untuk
ketaatan kepada-Nya; bukan untuk kemaksiatan.
بَارَكَ
اللهُ لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ
تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ مَنَّ بِظَاهِرِ النِّعَمِ وَبَاطِنِهَا، وَفُرُوْعِهَا
وَأُصُوْلِهَا، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الَّذِيْ تَفَرَّدِ بِإيْصَالِ
الْخَيْرَاتِ وَالْمَسَارِّ، وَدَفْعِ الْعُقُوْبَاتِ وَالْمَكْرُوْهَاتِ وَالْمَضَارِّ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُصْطَفَى الْمُخْتاَرُ، اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى محمد وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْأَخْيَارِ، وَعَلَى التَّابِعِيْنَ
لَهُمْ بِإِحْسَانٍ، بِالْأَقْوَالِ وَالْأَفْعَالِ وَالْإِقْرَارِ، وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral
muslimin sidang shalat Jum’at rahimakumullah
Setelah kita mengetahui
sikap seorang mukmin ketika mendapatkan nikmat, lalu apa sikapnya ketika
mendapatkan musibah?
Sikapnya adalah sabar
dan itu pun baik baginya. Hal itu adalah karena musibah adalah sunnatullah di
alam semesta, Dia berfirman,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami
berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar.”
(Qs. Al Baqarah: 155)
Sabar inilah sikap yang
terbaik yang dimiliki seorang mukmin. Bagaimana tidak? Bukankah dengan sabar
penderitaannya menjadi ringan? Bukankah dengan sabar dosa-dosanya akan diampuni? Bukankah dengan
sabar dia mendapatkan pahala yang besar? Bukankah dengan sabar Allah
menggantinya dengan yang lebih baik? Dan bukankah dengan sabar Allah memberinya
surga?
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ
يَهْدِ قَلْبَهُ
“Dan barang siapa beriman kepada Allah
niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (Qs. At
Taghaabun: 11)
Al A’masy berkata dari ‘Alqamah
tentang ayat, “Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan
tunjuki hatinya,“
maksudnya adalah seorang yang
terkena musibah, ia pun mengetahui bahwa musibah itu berasal dari sisi Allah
sehingga ia pun ridha dan menerima.“
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga
berfirman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya
hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
(Terj. QS. Az Zumar: 10)
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا
وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا
إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah
menimpa seorang muslim sebuah penyakit, kegundahan, kesedihan, gangguan dan
kesusahan bahkan duri yang melukainya kecuali Allah subhaanahu wa Ta’ala akan
menghapuskan dengannya kesalahannya.” (Muttafaq ‘alaihi)
Allah Azza wa Jalla
berfirman,
جَنَّاتُ عَدْنٍ
يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ
وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ (23) سَلَامٌ
عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ (24)
“(yaitu) surga ‘Adn yang
mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari
kalangan bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedangkan
malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;–(sambil
mengucapkan), “Salamun ‘alaikum bima shabartum”( keselamatan atasmu
berkat kesabaranmu). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (Qs. Ar Ra’d: 23-24)
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
لَا تُصِيبُ أَحَدًا مِنْ الْمُسْلِمِينَ مُصِيبَةٌ
فَيَسْتَرْجِعَ عِنْدَ مُصِيبَتِهِ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي
وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا فُعِلَ ذَلِكَ بِهِ
“Tidak ada suatu musibah
yang menimpa kepada seorang dari kaum muslimin, lalu ia beristirja’
(mengucapkan “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”) ketika mendapat
musibah itu, lalu ia berkata (menambahkan), “Allahumma’jurnii fii mushibati
wakhluf lii khairam minhaa.” (artinya: Ya Allah, berilah pahala terhadap
musibahku dan gantilah dengan yang lebih baik), kecuali akan diberlakukan
kepadanya (diganti dengan yang lebih baik)). (Hr. Ahmad dan Muslim)
Hakikat Sabar
Ma’asyiral
muslimin sidang shalat Jum’at rahimakumullah
Sabar artinya menahan
diri, yakni dia tahan hatinya dari keluh kesah, marah-marah dan dari sikap tidak
menerima musibah yang terjadi, dia juga tahan lisannya dari menyatakan tidak
menerima, protes, dan meratap, serta menahan anggota badannya dari sikap yang
menunjukkan tidak menerima seperti menampar pipi, menjedotkan kepala,
guling-guling di tanah, menyakiti diri, dsb.
Tingkatan Sabar
Ma’asyiral
muslimin sidang shalat Jum’at rahimakumullah
Sabar memiliki beberapa
tingkatan, yaitu:
1. Sabar, dalam arti menahan
hati, lisan, dan tindakan dari hal yang menunjukkan tidak menerima.
2. Ridha, dalam arti dia sejuk
pandangannya menerima keadaan atau musibah yang terjadi.
Ridha adalah perhiasan
para wali Allah. Perhiasan mereka bukanlah gelang, kalung dan cincin, bahkan
perhiasan mereka adalah ridha terhadap takdir Allah Azza wa Jalla, mereka faham
bahwa musibah yang menimpa ada hikmah di balik itu, seperti untuk menghapuskan
dosa-dosanya, mengangkat derajatnya, dan membuatnya memperoleh pahala yang
besar.
3. Syukur, dalam arti ia berterima
kasih kepada Allah Azza wa Jalla atas musibah yang menimpanya dan memuji-Nya,
ia yakin bahwa itu tanda cinta Allah kepadanya, dan bahwa Dia ingin
menghapuskan dosa-dosanya, meninggikan derajatnya, dan membesarkan pahalanya,
serta memasukkannya ke dalam surga, sehingga ia pun bersyukur atas hal itu.
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ، وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى إِذَا أَحَبَّ
قَوْماً ابْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَي، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ
السُّخْطُ
“Sesungguhnya besarnya pahala tergantung besarnya cobaan, dan
Allah apabila mencintai suatu kaum, maka Allah akan menguji mereka. Barang
siapa yang ridha, maka ia akan mendapatkan keridhaan-Nya dan barang siapa yang
kesal terhadapnya, maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya.” (Hr. Ahmad dan
Tirmidzi, Tirmidzi menghasankannya)
مَا
مِنْ مُصِيبَةٍ تُصِيبُ الْمُسْلِمَ إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا عَنْهُ ، حَتَّى
الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا »
“Tidaklah suatu musibah menimpa seorang muslim, melainkan Allah
akan menggugurkan dosa-dosanya, meskipun hanya terkena duri.” (Hr. Bukhari)
” إِذَا مَاتَ
وَلَدُ العَبْدِ قَالَ اللَّهُ لِمَلَائِكَتِهِ: قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِي،
فَيَقُولُونَ: نَعَمْ، فَيَقُولُ: قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ، فَيَقُولُونَ:
نَعَمْ، فَيَقُولُ: مَاذَا قَالَ عَبْدِي؟ فَيَقُولُونَ: حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ،
فَيَقُولُ اللَّهُ: ابْنُوا لِعَبْدِي بَيْتًا فِي الجَنَّةِ، وَسَمُّوهُ بَيْتَ
الحَمْدِ
“Apabila anak seorang
hamba wafat, maka Allah berfirman kepada para malaikat-Nya, “Apakah kalian
mencabut nyawa anak hamba-Ku?”
Mereka menjawab, “Ya.”
Allah berfirman lagi, “Apakah kalian mencabut buah hatinya?” Mereka menjawab,
“Ya.” Allah berfirman, “Apa yang diucapkannya?” Mereka menjawab, “Dia memuji-Mu
dan mengucapkan istirja (innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un, artinya: sesungguhnya
kami milik Allah dan akan kembali kepada-Nya),” Allah berfirman, “Buatkanlah
untuk hamba-Ku istana di surga dan berilah nama dengan istana penuh pujian.”
(Hr. Tirmidzi, dan dihasankan oleh Tirmidzi dan Al Albani[i])
Semoga Allah
mengaruniakan kepada kita sikap syukur ketika mendapatkan kenikmatan, sikap
sabar ketika mendapatkan musibah, dan memberikan kepada kita istiqamah di atas
agama-Nya sampai akhir hayat, aamiin.
اَللَّهُمَّ
صَلِّ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى
آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
صَلَّيْتَ
عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى
آلِ
إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ
حَمِيْدُ
مَجِيْدٌ،
اَللَّهُمَّ بَارِكْ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى
آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
بَارَكْتَ
عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى
آلِ
إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ
حَمِيْدُ
مَجِيْدٌ
رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا
تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ
رَّحِيمٌ
رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ — وَسَلَامٌ عَلَى
الْمُرْسَلِينَ – وَ الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
[i] Al Albani berkata
dalam Ash Shahihah no. 1408, “Diriwayatkan oleh Ats Tsaqafi dalam Ats
Tsaqafiyyat (3/15/2) dari Abdul Hakam bin Maisarah Al Haritsi Abu Yahya, telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari Alqamah bin Martsad, dari Abu Bardah dari
Abu Musa Al Asy’ariy secara marfu (sampai kepada Nabi shallallahu alaihi wa
sallam), ia berkata, “Hadits gharib dari hadits Ats Tsauriy, aku tidak
mengetahui kecuali dari jalan ini,” Adh Dhahhak bin Abdurrahman bin Arzab dan
lainnya juga meriwayatkan dari Abu Musa.”
Al Albani berkata, “Hadits ini dimaushulkan
oleh Tirmidzi (1/190) dan Nu’aim bin Hammad dalam Zawaid Az Zuhd (108),
Ibnu Hibban (726) dari jalan Hammad bin Salamah dari Abu Sinan ia berkata, “Aku
mengubur anakku Sinan, sedangkan Abu Thalhah Al Khaulani duduk di samping
kubur, ketika aku hendak keluar, ia pegang tanganku dan berkata, “Maukah aku
berikan kepadamu kabar gembira wahai Abu Sinan?” Aku menjawab, “Ya.” Ia
menjawab, “Telah menceritakan kepadaku Adh Dhahhak bin Abdurrahman dari Abu
Musa Al Asy’ariy, secara marfu -dengan menyebutkan hadits tersebut-.” Tirmidzi berkata, “Hadits Hassan
gharib.”
Al Albani berkata, “Para perawinya adalah
tsiqah selain Ibnu Arzab seorang yang majhul (tidak diketahui). Mungkin
penghasanan Tirmidzi adalah karena ia tahu bahwa hadits ini dimutabaahkan
(diperkuat dari sahabat yang sama) sebagaimana diisyaratkan oleh ucapan Ats
Tsaqafi sebelumnya, yaitu diriwayatkan oleh Adh Dhahhak bin Abdurrahman bin
‘Arzab dan lainnya,” Abu Bardah juga memutabaahkan dari Abu Musa sebagaimana
pada jalan yang pertama, dan para perawinya adalah tsiqah selain Al Haritsi Abu
Yahya, ia adalah dhaif sebagaimana yang dikatakan Daruquthni, namun hadits ini
dengan semua jalurnya adalah hasan dalam keadaan yang paling ringan.”
, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.