Ekonomi Utama Antara Kapitalisme Dan Islam

Terdapat perbedaan penting antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi
lainnya, khususnya Kapitalisme, dalam memandang apa sesungguhnya yang menjadi
permasalahan ekonomi manusia. Menurut sistem ekonomi kapitalis, permasalahan
ekonomi yang sesungguhnya adalah kelangkaan (scarcity) barang dan jasa.
Alasannya, setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam dan jumlahnya tidak
terbatas, sementara sarana pemuas (barang dan jasa) yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan manusia terbatas. Kebutuhan yang dimaksud mencakup kebutuhan
(need) dan keinginan (want). Menurut pandangan ini, pengartian antara kebutuhan
(need) dan keinginan (want) adalah dua hal yang sama, yakni kebutuhan itu
sendiri. Setiap kebutuhan yang ada pada diri manusia menuntut untuk dipenuhi
oleh alat-alat dan sarana-sarana pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas.
Karena kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas, sementara alat dan sarana
yang digunakan untuk memenuhinya terbatas, maka muncullah konsep kelangkaan.
Dari pandangan tersebut di atas, sistem ekonomi kapitalis menetapkan bahwa
problem ekonomi akan muncul pada setiap individu, masyarakat, atau negara karena
adanya keterbatasan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan yang tidak
terbatas. Oleh karena itu, lantas disimpulkan bahwa problem ekonomi yang
sesungguhnya adalah akibat adanya kelangkaan (scarcity).
Dari pandangan demikian, muncul pula solusi untuk memecahkan problem ekonomi
tersebut yang menitikberatkan pada aspek produksi dan pertumbuhan. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan barang dan jasa agar dapat memenuhi kebutuhan
tersebut. Perhatian sistem ekonomi kapitalis yang begitu besar terhadap aspek
produksi dan pertumbuhan ekonomi ini justru sering mengabaikan aspek distribusi
dan kesejahteraan masyarakat banyak. Hal ini dapat dilihat dari keberpihakan
yang sangat besar kepada para konglomerat. Alasannya, pertumbuhan yang tinggi
dengan mudah dapat dicapai dengan jalan ekonomi konglomerasi, sebaliknya sulit
dan lambat jika ditempuh dengan mengandalkan ekonomi kecil dan menengah.
Karena sangat mengandalkan pada pertumbuhan ekonomi suatu negara, maka sistem
ekonomi kapitalis tidak lagi memperhatikan apakah pertumbuhan ekonomi yang
dicapai betul-betul real, yakni lebih mengandalkan sektor real, ataukah semu,
yakni mengandalkan sektor non-real (industri uang). Dalam kenyataannya, dalam
sistem ekonomi kapitalis, pertumbuhan yang terjadi lebih dari 85 persennya
ditopang oleh sektor non-real, sementara sisanya sektor real. Akibatnya, ketika
sektor moneter ambruk, ekonomi negara-negara yang menganut sistem ekonomi
kapitalis juga ambruk.
Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi Islam menetapkan bahwa
problem ekonomi yang utama adalah masalah rusaknya distribusi kekayaan di
tengah masyarakat. Menurut Islam, pandangan sistem ekonomi kapitalis yang
menyamakan pengartian kebutuhan (need) dengan keinginan (want) adalah tidak
tepat dan tidak sesuai dengan fakta. Keinginan (want) manusia memang tidak
terbatas dan cenderung untuk terus bertambah dari waktu ke waktu. Sementara
itu, kebutuhan manusia ada yang sifatnya pokok (al-hâjât al-asasiyah) dan ada
yang sifatnya pelengkap (al-hâjât al-kamaliyah) yakni berupa kebutuhan sekunder
dan tersier. Kebutuhan pokok manusia berupa pangan, sandang, dan papan dalam
kenyataannya adalah terbatas. Setiap orang yang telah kenyang memakan makanan
tertentu, pada saat itu sebenarnya, kebutuhannya telah terpenuhi dan dia tidak
menuntut untuk memakan makanan lainnya. Setiap orang yang sudah memiliki
pakaian tertentu, meskipun hanya beberapa potong saja, sebenarnya kebutuhannya
akan pakaian sudah terpenuhi. Demikian pula jika orang telah menempati rumah
tertentu untuk tempat tinggal, meskipun hanya dengan jalan menyewa, sebenarnya
kebutuhannya akan rumah tinggal sudah terpenuhi. Jika manusia sudah mampu
memenuhi kebutuhan pokoknya maka sebenarnya dia sudah dapat menjalani kehidupan
ini tanpa mengalami kesulitan yang berarti.
Sementara itu, kebutuhan manusia yang sifatnya pelengkap (sekunder dan tersier)
memang pada kenyataannya selalu berkembang terus seiring dengan tingkat
kesejahteraan individu dan peradaban masyarakatnya. Namun, perlu ditekankan di
sini, bahwa jika seorang individu atau suatu masyarakat tidak mampu memenuhi
kebutuhan pelengkapnya, namun kebutuhan pokoknya terpenuhi, maka individu atau
masyarakat tersebut tetap dapat menjalani kehidupannya tanpa kesulitan berarti.
Oleh karena itu, anggapan orang kapitalis bahwa kebutuhan manusia sifatnya
tidak terbatas adalah tidak tepat, karena ada kebutuhan pokok yang sifatnya
terbatas selain memang ada kebutuhan pelengkap yang selalu berkembang dan terus
bertambah.
Berbeda halnya dengan kebutuhan manusia. Keinginan manusia memang tidak
terbatas. Sebagai contoh, seseorang yang sudah dapat makan kenyang — kebutuhan
akan makanan sudah terpenuhi — tentunya ia dapat saja menginginkan makanan
lainnya sebagai variasi dari makanannya. Demikian pula seseorang yang telah
berpakaian — kebutuhan akan pakaian telah terpenuhi — tentunya dapat pula
menginginkan pakaian lainnya yang lebih bagus dan lebih mahal. Contoh lainnya
adalah seseorang yang telah memiliki rumah tinggal — kebutuhan papannya telah
terpenuhi — tentunya dapat saja menginginkan rumah tinggal yang lebih besar dan
lebih banyak. Oleh karena itu, kebutuhan pokok manusia sifatnya terbatas,
sementara keinginan manusia memang tidak pernah akan habis selama ia masih
hidup. Oleh karena itulah, pandangan orang-orang kapitalis yang menyamakan
antara kebutuhan dan keinginan adalah tidak tepat dan tidak sesuai dengan fakta
yang ada.
Oleh karena itulah, permasalahan ekonomi yang sebenarnya adalah jika kebutuhan
pokok setiap individu masyarakat tidak terpenuhi. Sementara itu,
yang ada, kalau sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokok seluruh manusia, maka
jumlah sangat mencukupi. Namun demikian, karena distribusinya sangat timpang
dan rusak, maka akan selalu kita temukan — meskipun di negara-negara kaya — orang-orang
miskin yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka secara layak.
Atas dasar inilah, persoalan ekonomi yang sebenarnya adalah rusaknya distribusi
kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Untuk mengatasinya, menurut sistem
ekonomi Islam, haruslah dengan jalan memberi perhatian yang besar terhadap
upaya perbaikan distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat, namun aspek
produksi dan pertumbuhan tetap tidak diabaikan.
Muhammad Riza Rosadi
hayat-ul-islam

, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.