Fiqh

Fiqh Fara’idh (3)



بسم الله الرحمن الرحيم

Fiqh Faraa’idh (3)

Segala puji bagi Allah, shalawat dan
salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, dan para sahabatnya
semua. Amma ba’du:

Berikut ini merupakan lanjutan fiqih
fara’idh yang telah dibahas sebagiannya sebelumnya. Semoga Allah menjadikan
risalah ini bermanfaat, Allahumma aamin.

IX. Hajb (Saling
menghalangi)

Hajb artinya menghalangi.
Menghalangi di sini ada dua:

a.   
Menghalangi
nuqshan (hanya mengurangi).

Maksudnya mengurangi bagian ahli waris yang sebelumnya mendapatkan
banyak menjadi sedikit, dari sebagai as-habul furudh menjadi ‘ashabah atau
sebaliknya.

b.    Menghalangi isqath/hirman (membuat tidak
mendapatkan bagian).

Maksudnya
menghalangi ahli waris dari mendapatkan warisan karena ada hajib (ahli waris
lain yang menghalangi).

Kaedah
umum dalam hajb:

1.     Ushul yang terdekat dengan si mayit menghalangi yang jauh,
demikian pula furu’.
Misalnya dalam ushul (leluhur mati), ada
ayah dan kakek. Ayah lebih dekat dengan si mayit, maka dia menghalangi kakek.
Ibu dengan nenek, ibu lebih lebih dekat dengan si mayit, maka ia menghalangi
nenek. Sedangkan dalam furu’, contohnya anak laki-laki menghalangi cucu.

2.     Seluruh hawasyi dimahjub (baca: dihalangi) oleh ushul dan
furu yang laki-laki.

      Contohnya adalah
seorang wafat meninggalkan ayah dan saudara sekandung, maka ayah mendapatkan
semua harta sedangkan saudara sekandung tidak mendapatkan apa-apa. Demikian
juga kakek menghalangi saudara menurut pendapat yang rajih, wallahu a’lam.

3.     Saudara seibu dihalangi juga oleh furu’ dari
kalangan wanita.

      Contohnya seorang wafat
meninggalkan puterinya dan saudara seibu serta saudara kandung, maka puteri
mendapatkan ½, saudara kandung sisanya sedangkan saudara seibu tidak
mendapatkan apa-apa.

4.     Hawasyi bisa dimahjub oleh ushul, furu’ maupun
hawasyi sendiri
.

5.     Yang lebih kuat kerabatnya menghalangi yang
lemah.
Misalnya saudara laki-laki sekandung dengan
saudara laki-laki seayah, maka didahulukan saudara laki-laki sekandung.

6.     Yang lebih dahulu jihat(arah)nya menghalangi
setelahnya.

Oleh karena itu, Jika
semua jihat ada; Bunuwwah (far’), Ubuwwah (ushul), Ukhuwwah (Hawaasyi Qaribah)
dan ‘Umuumah (Hawasyi Ba’idah), maka yang didahulukan adalah jihat bunuwwah.

7.     Yang lebih dekat manzilah(kedudukan)nya
menghalangi yang jauhnya.

Misalnya sama jihatnya, yaitu di
bunuwwah seperti anak laki-laki dan cucu laki-laki, maka anak laki-laki lebih
didahulukan daripada cucu laki-laki. Demikian juga antara bapak dan kakek, maka
bapak lebih didahulukan daripada kakek.

8.     Yang lebih kuat kerabatnya menghalangi yang
lebih lemah, penjelasan dan contoh tentang hal ini telah lewat sebelumnya.

Misalnya saudara laki-laki sekandung
dengan saudara laki-laki seayah, maka didahulukan saudara laki-laki sekandung.

Catatan:

         
Ushul
hanya bisa dimahjub oleh ushul, furu hanya bisa dimahjub oleh furu, sedangkan
hawasyi bisa dimahjub oleh ushul, furu, maupun hawasyi itu sendiri.

         
Ahli
waris yang tidak bisa dimahjub adalah anak (baik laki-laki maupun perempuan),
kedua orang tua, suami dan istri. Selain itu bisa dimahjub dan bisa menjadi
hajib. Akan tetapi kedua orang tua dan suami atau isteri bisa berkurang
bagiannya (mahjub nuqshan).

         
Mamnu’
atau mahrum (yang terlarang mendapatkan warisan) tidak berpengaruh pada proses
bagian warisan. Ia dianggap tidak ada, sehingga tidak masuk hitungan dalam
pembagian pusaka. Misalnya Ahli warisnya Ayah, ibu, dan dua orang saudara. Jika
dua orang saudara ini terlarang mendapatkan warisan karena beda agama (kafir),
maka ibu tetap mendapatkan 1/3, dan sisanya untuk ayah, sedangkan 2 saudara
dianggap tidak ada.

Contoh Hajb Nuqshan
(mengurangi)

1. Anak laki-laki dst. Ke
bawah menghajb (menghalangi) suami dari mendapatkan ½ menjadi ¼. Demikian pula
menghajb istri, dari mendapatkan ¼ menjadi 1/8. Anak laki-laki juga memahjub (menghalangi)
bapak dan kakek dengan memindahkan dari sebagai ‘ashabah menjadi sebagai
as-habul furudh saja dengan mendapatkan 1/6.

2. Puteri, ia menghalangi
puteri dari anak laki-laki dari mendapatkan ½ menjadi 1/6. Demikian pula
menghalangi dua saudari kandung atau sebapak dengan memindahkannya dari
mendapatkan 2/3 menjadi sebagai ‘ashabah. Puteri juga menghalangi suami dari
mendapatkan ½ menjadi ¼, dan menghalangi istri dari mendapatkan ¼ menjadi 1/8.
Puteri juga menghalangi ibu dari mendapatkan 1/3 menjadi 1/6. Demikian pula
puteri menghalangi bapak dan kakek dari sebagai ‘ashabah menjadi sebagai
as-habul furudh saja yaitu 1/6.

3. Dua orang saudara laki-laki
secara mutlak atau lebih memahjub ibu, yaitu dengan mengurangi bagiannya dari
1/3 menjadi 1/6.

4. Seorang saudari
sekandung memahjub saudari seayah dengan mengurangi bagiannya dari ½ menjadi
1/6 jika tidak ada saudara seayah bersamanya yang mengashabahkannya. Saudari
kandung juga memahjub dua saudari seayah dengan mengurangi bagiannya dari 2/3
menjadi 1/6 jika ia tidak bersama saudara seayah yang mengashabahkannya.

Daftar hajib (yang menghalangi)
dan mahjub (yang dihalangi)

Mahjub

Hajib

Kakek (ayahnya ayah)

Ayah

Ayah kakek dst. ke atas

1.  
Ayah

2.  
Kakek dst. yang lebih dekat dengan muwarrits (si mayit)

Nenek

Ibu

Ibunya nenek dst. ke atas

1.  
Ibu

2.  
Nenek yang lebih dekat jaraknya dengan muwarrits (si mayit)

Cucu laki-laki dari anak laki-laki

Anak laki-laki

Anak cucu laki-laki

1.   
Anak laki-laki

2.   
Cucu laki-laki yang lebih dekat dengan muwarrits

Cucu perempuan dari anak laki-laki

1.   
Anak laki-laki

2.   
Dua orang anak perempuan

Saudara kandung

1.   
furu’ (keturunan/anak) yang laki-laki

2.   
Ayah

3.   
Kakek dst. ke atas

Saudari kandung

1.   
furu’ yang laki-laki

2.   
Ayah

3.   
Kakek dst. ke atas

Saudara seayah

1.   
Furu’ yang laki-laki

2.   
Ayah

3.   
Kakek dst. ke atas

4.   
Saudara kandung

5.   
Saudari kandung jika menjadi ‘ashabah ma’al ghair

Saudari seayah

1.   
Furu’ yang laki-laki

2.   
Ayah

3.   
Kakek dst. ke atas

4.   
Saudara kandung

5.   
Dua orang saudari kandung yang mendapat 2/3

6.   
Saudari kandung jika menjadi ‘ashabah ma’al ghair.

 

Saudara seibu baik laki-laki maupun perempuan

1.   
Furu’ yang laki-laki

2.   
Furu’ yang perempuan

3.   
Ayah

4.   
Kakek dst. ke atas

Anak laki-laki saudara kandung

1.   
Furu’ yang laki-laki

2.   
Ayah

3.   
Kakek dst. ke atas

4.   
Saudara kandung

5.   
Saudari kandung jika menjadi ‘ashabah ma’al ghair

6.   
Saudara seayah

7.   
Saudari seayah jika menjadi ‘ashabah ma’al ghair

Anak laki-laki saudara seayah

1.   
Furu’ yang laki-laki

2.   
Ayah

3.   
Kakek dst. ke atas

4.   
Saudara kandung

5.   
Saudari kandung jika menjadi ‘ashabah ma’al ghair

6.   
Saudara seayah

7.   
Saudari seayah jika menjadi ‘ashabah ma’al ghair

8.   
Anak laki-laki saudara kandung

Paman kandung

1.   
Furu’ yang laki-laki

2.   
Ayah

3.   
Kakek dst. ke atas

4.   
Saudara kandung

5.   
Saudari kandung jika menjadi ‘ashabah ma’al ghair

6.   
Saudara seayah

7.   
Saudari seayah jika menjadi ‘ashabah ma’al ghair

8.   
Anak laki-laki saudara sekandung

9.   
Anak laki-laki saudara seayah

Paman seayah

1.   
Furu’ yang laki-laki

2.   
Ayah

3.   
Kakek dst. ke atas

4.   
Saudara kandung

5.   
Saudari kandung jika menjadi ‘ashabah ma’al ghair

6.   
Saudara seayah

7.   
Saudari seayah jika menjadi ‘ashabah ma’al ghair

8.   
Anak laki-laki saudara kandung

9.   
Anak laki-laki saudara seayah

10.
Paman kandung

Anak laki-laki paman kandung

1.   
Furu’ yang laki-laki

2.   
Ayah

3.   
Kakek dst. ke atas

4.   
Saudara kandung

5.   
Saudari kandung jika menjadi ‘ashabah ma’al ghair

6.   
Saudara seayah

7.   
Saudari seayah jika menjadi ‘ashabah ma’al ghair

8.   
Anak laki-laki saudara kandung

9.   
Anak laki-laki saudara seayah

10.
Paman kandung

11.
Paman seayah

Anak laki-laki paman seayah

1.   
Furu’ yang laki-laki

2.   
Ayah

3.   
Kakek dst. ke atas

4.   
Saudara kandung

5.   
Saudari kandung jika menjadi ‘ashabah ma’al ghair

6.   
Saudara seayah

7.   
Saudari seayah jika menjadi ‘ashabah ma’al ghair

8.   
Anak laki-laki saudara kandung

9.   
Anak laki-laki saudara seayah

10.
Paman kandung

11.
Paman seayah

12.
Anak paman kandung

Mu’tiq (laki-laki yang memerdekakan) atau
Mu’tiqah (perempuan yang memerdekakan)

Semua yang disebutkan di atas

Saudara yang berkah

Saudara yang berkah adalah
saudara laki-laki yang keberadaannya membuat saudarinya mendapatkan warisan,
dimana jika dia tidak ada, tentunya saudarinya tidak akan mendapatkan bagian
warisan.

Contoh: Ahmad wafat dan
meninggalkan seorang istri, dua anak perempuan, cucu perempuan dari anak
laki-laki, dan cucu laki-laki dari anak laki-laki.

Pembagiannya adalah istri
mendapatkan 1/8, dua anak perempuan mendapatkan 2/3, sisanya untuk cucu
laki-laki dari anak laki-laki dan cucu perempuan dari anak laki-laki dengan
ketentuan bagian laki-laki dua kali lipat bagian perempuan.

Asal Masalah

24 x 3

72

Istri

1/8

3

9

2 anak perempuan

2/3

16

48

Cucu laki-laki

Sisa

5

10

Cucu perempuan

5

Kalau tidak ada cucu
laki-laki, tentu cucu perempuan tidak mendapatkan bagian warisan karena mahjub
oleh dua anak perempuan (lihat tabel hajib-mahjub).

Inilah yang dimaksud
saudara yang berkah.

Contoh lainnya:

Seorang wafat meninggalkan
2 saudari kandung, saudari seayah, dan saudara seayah.

Asal Masalah

3 x 3

9

2 saudari kandung

2/3

2

6

Saudari seayah

Sisa

1

1

Saudara seayah

2

Jika tidak ada saudara
seayah, maka saudari seayah mahjub (terhalang), karena jumlah saudari kandung
lebih dari satu orang dan mendapatkan 2/3.

Saudara yang sial

Saudara yang sial adalah
saudara laki-laki yang keberadaannya membuat saudarinya tidak mendapatkan
bagian warisan, padahal jika dia tidak ada, tentu saudarinya mendapatkan
warisan.

Contoh: Fathimah wafat, dan
meninggalkan: suami, seorang saudari kandung, seorang saudari seayah, dan
seorang saudara seayah.

Pembagiannya adalah suami
mendapatkan ½, saudari kandung mendapatkan ½, seorang saudari seayah dan
seorang saudara seayah tidak mendapatkan bagian apa-apa karena bagian sudah
habis.

Asal Masalah

2

Suami

½

1

Saudari kandung

½

1

Saudari seayah

Sisa

0

Saudara seayah

Kalau sekiranya tidak ada
saudara seayah, tentu saudari seayah mendapatkan bagian 1/6. Namun karena ada
saudara seayah, maka saudari seayah ini tidak mendapatkan apa-apa.

Bersambung…

Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa
nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraaji’: Minhaajul Muslim
(Syaikh Abu Bakar Al Jazaa’iriy), Al Fiqhul Muyassar, Fiqhus Sunnah
(Syaikh Sayyid  Saabiq), Al Faraa’idh
(A. Hassan), Belajar Mudah Ilmu Waris (Anshari Taslim, Lc) dll.


, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top