UNTAIAN KALIMAT HIKMAH ABUL FATH AL-BUSTY RAHIMAHULLAH
[ 01 Hakikat Harta Seorang ]
زيـادَةُ المَرء فـي دُنيـاهُ نقصـانُ * * * وربْحُـهُ غَيرَ محض الخَير خُسـرانُ
وكُل وِجـدانِ حَظٍّ لا ثَبـاتَ لَـهُ* * * فإنَّ مَعنـاهُ فـي التَّحقيق فُقْـدانُ
Seorang yang hartanya bertambah sejatinya justru berkurang.¹ Pendapatannya bila murni dihabiskan bukan pada kebaikan adalah kerugian.²
Setiap perolehan yang didapat namun tidak menetap, maka hakikat sebenarnya adalah kehampaan. ³
📚 Unwānul Hikam: bait 1-2
PENJELASAN
1. Seorang yang hartanya bertambah sejatinya justru berkurang.
Karena masing-masing orang telah ditentukan jatah rezkinya. Sebagaimana disebut dalam sebuah hadits,
ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الـْمَلَكُ فَيَنفُخُ فِيْهِ الرٌّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ
“Kemudian diutus malaikat kepada janin itu, lalu meniupkan ruh padanya dan diperintahkan untuk menulis empat kalimat; menulis rezkinya, ajalnya, amalannya, dan (apakah) dia sengsara atau bahagia”. HR. Bukhari dan Muslim.
Jadi, ketika seorang bertambah hartanya di dunia ini, hakikatnya itu mengurangi jatah rezki yang ditentukan untuknya. Seperti umur; manakala seorang bertambah umurnya, hakikatnya umurnya berkurang dan semakin mendekati ajal.
2. Pendapatannya bila murni dihabiskan bukan pada kebaikan adalah kerugian.
Yakni, ketika harta dihabiskan untuk perkara sia-sia maka itu berbalik menjadi kerugian bagi pemiliknya. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا عَلَى النَّارِۗ اَذْهَبْتُمْ طَيِّبٰتِكُمْ فِيْ حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَاۚ فَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَا كُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَبِمَا كُنْتُمْ تَفْسُقُوْنَ
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (seraya dikatakan kepada mereka), “Kamu telah menghabiskan (rezeki) yang baik untuk kehidupan duniamu dan kamu telah bersenang-senang (menikmati)nya; maka pada hari ini kamu dibalas dengan azab yang menghinakan karena kamu sombong di bumi tanpa mengindahkan kebenaran dan karena kamu berbuat durhaka (tidak taat kepada Allah).” Qs. Al-Ahqaf: 20
3. Setiap perolehan yang didapat namun tidak menetap, maka hakikat sebenarnya adalah kehampaan.
Harta seorang yang sebenarnya adalah yang dia membelanjakannya untuk perkara kebaikan, maka itulah harta simpanan yang kekal hingga sampai akhirat.
عن عائشة رضي اللَّه عنها: أَنَّهُمْ ذَبَحُوا شَاةً، فقالَ النَّبِيُّ ﷺ: مَا بَقِيَ مِنها؟ قالت: مَا بَقِيَ مِنها إِلَّا كَتِفُهَا،
قَالَ:بَقِي كُلُّهَا غَيرَ كَتِفِهَا رواه الترمذي وقال: حديث صحيح.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya mereka menyembelih kambing (dan meyedekahkannya).
Nabi ﷺ berkata, “Apa yang tersisa darinya (kambing)?”
Aisyah berkata, “Tidak tersisa darinya kecuali bahunya”.
Nabi ﷺ berkata, “Tersisa seluruhnya kecuali bahunya.” HR. at-Tirmidzi dan berkata, hadis ini shahih.
Maksudnya, harta yang disedehkan itulah yang tersisa; kekal hingga di akhirat nanti.
Adapun harta yang tidak dibelanjakan untuk kebaikan, maka itu akan lenyap. Harta yang ia tumpuk, hakikatnya bukan harta miliknya, namun harta ahli warisnya; ketika datang ajal, semua hartanya akan ia tinggalkan.
Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah Ta’ala berfirman,
ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻣَﺎﻟِﻰ ﻣَﺎﻟِﻰ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻟِﻪِ ﺛَﻼَﺙٌ ﻣَﺎ ﺃَﻛَﻞَ ﻓَﺄَﻓْﻨَﻰ ﺃَﻭْ ﻟَﺒِﺲَ ﻓَﺄَﺑْﻠَﻰ ﺃَﻭْ ﺃَﻋْﻄَﻰ ﻓَﺎﻗْﺘَﻨَﻰ ﻭَﻣَﺎ ﺳِﻮَﻯ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻬُﻮَ ﺫَﺍﻫِﺐٌ ﻭَﺗَﺎﺭِﻛُﻪُ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ
“Hamba berkata, “Harta-hartaku.” Bukankah hartanya itu hanyalah tiga: yang ia makan dan akan sirna, yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri yang sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberikan kepada orang-orang yang ia tinggalkan.” HR. Muslim no. 2959.
———————

[ 02 Dunia Itu Fana ]
يا عامِـراً لخَـرابِ الدَّارِ مُجتهِـداً* * * باللهِ هـل لخَـرابِ العمر عُمـرانُ
“Wahai yang menghuni dunia yang akan sirna, yang bersungguh-sungguh (menumpuk harta dan membangun bangunan), dengan menyebut Allah (daku bertanya padamu), apakah orang yang habis usianya dia memiliki dua umur (punya kesempatan hidup kedua)?”
📚Unwānul Hikam, bait ke-3
PENJELASAN
Dunia itu fana. Semuanya akan sirna; bangunannya akan hancur, dan para penghuninya akan dikembalikan kepada Allah.
Pun demikian, banyak manusia melalaikan hal ini. Mereka sibuk mengisi harinya dengan menumpuk harta dan membangun tempat-tempat tinggal yang megah. Berinvestasi untuk masa depan. Seperti akan tinggal selamanya di dunia. Seakan dunialah tempat tinggal yang sesungguhnya.
Tentulah hal ini merupakan kesia-siaan. Mereka terluputkan dari perkara terpenting di kehidupan dunia ini; yaitu beribadah kepada Allah, sebagai bekal menuju akhirat; kehidupan sesungguhnya, yang kekal nan abadi.
Rasulullah ﷺ bersabda,
اللهم لا عيش إلا عيش الآخرة
“Ya Allah, tidak ada kehidupan (yang yang hakiki) kecuali kehidupan di akhirat”. HR. Bukhari 4098
Penggambaran tentang dunia juga sangat gamblang diterangkan oleh Rasulullah ﷺ. Beliau bersabda,
ما لي وما للدُّنيا ، ما أنا في الدُّنيا إلَّا كراكبٍ استَظلَّ تحتَ شجرةٍ ثمَّ راحَ وترَكَها.
“Apa urusanku dengan dunia. Aku di dunia tidak lain seperti seorang musafir yang bernaung di bawah pohon, untuk istirahat, kemudian meninggalkannya” HR. Tirmidzi 2377.
Demikianlah, dunia ini hanyalah sementara. Sebagai jembatan menuju kehidupan selanjutnya; akhirat. Tentulah orang yang dia bernaung di bawah pohon untuk istirahat dari melakukan perjalanan, ia tidak akan bertinggal lama-lama di situ, apalagi membangun istana. Ia hanya berhenti secukupnya, kemudian melanjutkan perjalanan.
Maka orang yang berakal, dia tidak akan terlena dengan kesenangan dunia. Tidak akan menjadikan dunia sebagai fokus utamanya, namun ia jadikan sebagai perantara menuju akhirat, kehidupan yang sesungguhnya.
Allah ta’ala berfirman,
وما الحياةُ الدّنيا إلا لَعِبٌ ولهوٌ وللدّارُ الآخرةُ خيرٌ للذينَ يتّقونَ أفلا تَعقلونَ
“Dan kehidupan dunia hanyalah kehidupan yang penuh permainan dan hiburan yang memperdayakan. Dan sungguh kehidupan akhirat jauh lebih baik, bagi orang-orang yang bertaqwa. Tidakkah kalian tidak berpikir?” [QS. Al-An’am: 32]
Al-Imam Muhammad Al-Munbajja menukil dari sebagian pujangga,
يحسب الجاهل الشيء الذي هو لا شيء شيئا و الشيء الذي هو الشيء لا شيء
Orang jahil menganggap sesuatu yang bukan sesuatu adalah sesuatu (yang hakiki), dan (menganggap) sesuatu yang itu sesuatu (yang hakiki) itu bukan sesuatu. [ Tasliyatu Ahlil Mashaa-ib: 21 ]
Maksudnya: orang jahil memandang kehidupan dunia yang semu; bukan kehidupan sesungguhnya, dianggapnya sebagai kehidupan yang hakiki. Sedangkan kehidupan akhirat yang itu merupakan kehidupan hakiki, dianggapnya tidak nyata.
Berkata Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah, dalam bait syairnya:
إن لله عبادا فطنا تركوا الدنيا وخافوا الفتنا…
نظروا فيها فلما علموا أنها ليست لحي وطنا…
جعلوها لجة واتخذوا صالح الأعمال فيها سفنا…
“Sesunggunnya Allah memiliki hamba-hamba yang cerdas…
Mereka meninggalkan dunia, dan takut tertimpa fitnah…
Mereka melihat dunia, maka ketika mereka tahu…
Bahwasanya dunia bukanlah tempat tinggal yang hakiki. Merekapun meninggalkannya…
Mereka menjadikannya seumpama samudra…
Dan mereka menjadikan amal sholeh sebagai bahteranya…
[Dhiwan Al Imam Asy Syafi’i. Hal: 10].
[ 03 Ambisi Harta Dunia Merusak Akhirat ]
[04 Dunia Itu Keruh]

, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.