Islamedia – Jum’at sore tanggal 27 maret kami menyimak hafalannya. Ia tengah menyetorkan juz terakhirnya. Hafalannya lancar, sangat lancar. Bagaikan air yang mengalir. Tenang dan tartil. Dan memang santri yang baru masuk ke usia 9 tahun ini selalu lancar jika tasmi’ (memperdengarkan bacaan Qur’an).
Segenap santri, para musyrif dan peserta supermanzil yang menyimaknya larut dalam kekhusyu’an. Udara yang menyebar di dalam masjid begitu menenangkan. Semua hanyut dalam setiap ayat yang ia bacakan.
Teringat saat ia menjalani test penentuan ke supermanzil, hasilnya mengecewakan. Ia jadi murung setelah itu. Hanya keluar kamar saat menjelang adzan. Jika melihat saya maupun suami, ia menghindar dan segera masuk asrama. Saat kebetulan berpapasan, kami menahannya. “Yasin..apa yang membuat hasil test durasi kemarin tidak sukses. Padahal saat screening semua musyrif memujimu..”
“Saya tegang ustadz” jawabnya lemah. Menunduk. Ia yakin tak lulus ke supermanzil. Saya melihat bekas jahitan panjang dilengannya.
“Yasin…kami akan memberimu kesempatan, asal berjanji untuk berjuang habis-habisan disana”
“Saya boleh ke supermanzil ustadz?” tanyanya lemah, masih menunduk. tak percaya diri.
“Ya, saya izinkan. Dengan syarat harus bekerja keras, Ok?”
“Syukron ustadz” ia mencium tangan ustadz Irfan
Sebenarnya ditest penentuan ia gagal. Namun ustadz Irfan meluluskannya. Karena jika ia tak lolos ke supermanzil maka bukan hanya ia yang akan kecewa. Segenap musyrif pun akan kecewa. Saya sendiripun tak rela jika ia tak lolos pada program super ini. Kami semua teringat pada sebuah kisah tentang dirinya….
Pada pertengahan September 2013, Al Hikmah Bogor menggelar Mukhoyyam Al Qur’an di Curug Naga, Megamendung, Bogor. Pagi sebelum sarapan, pada hari ketiga para santri menggelar acara badar game. Sebuah permainan perang-perangan untuk melatih kemampuan strategi, kekompakan tim dan untuk meningkatkan semangat jihad anak-anak.
Dalam permainan itu setiap anak diberi tugas oleh komandannya. Ada yg bertugas sebagai spionase, ada bagian penyerangan, ada kelompok bertahan, dan ada yg bertugas sebagai pemegang bendera pasukan.
Misi kedua pasukan adalah merebut bendera musuh. Yang berhasil merebut bendera musuh berarti dia menang. Sebaliknya, yang benderanya terampas berarti kalah. Ahmad Yasin yang merupakan peserta termuda (7 thn waktu itu) dlm game itu mendapat tugas sebagai pemegang bendera. Baru 15 menit, pasukan Ahmad Yasin menunjukan tanda-tanda kekalahan, Kelompok penyerangnya berguguran, dan 10 menit kemudian hanya sedikit pasukan bertahan yang tersisa. Akibatnya, Ahmad Yasin menjadi bulan-bulanan pasukan musuh. Ia dikepung dg ketat.
Singkat cerita, pada saat bendera yang dipegang Yasin direbut, anak-anak – dan Yasin sendiri – tidak menyadari bahwa tiang bendera yang terbuat dr belahan bambu tersebut melukai lengan kanan Yasin. Yasin baru sadar tangannya terluka saat para perebut bendera berlalu, ia melihat darah segar membanjiri sekujur lengannya. Ia memanggil kakak seniornya“kakak saya berdarah”.
Saat para santri senior menghampiri, mereka panik krn luka yasin cukup besar, besar sekali. Bahkan tulangnya kelihatan jelas. Seorang musyrif serta merta menggendong dan berlari menuju posko. Jarak dari arena pertempuran ke posko cukup jauh, arahnya memanjak dan vertikal.
Saat dibawa kehadapan saya dan suami, yasin menangis “ Ummi..ustadz..jangan bilang ke orangtua saya. nanti mereka sedih”.
“Iya nak. Umi ga akan bilang siapa-siapa..yasin tenang saja ya nak..” saya lihat lukanya sangat besar.
Tulangnya kelihatan. Putih. Pangkal lengan sudah diikat baju kaos santri namun darah masih mengalir begitu derasnya. Membasahi seluruh baju musyrif yang menggendongnya. Kami tak melihat Yasin menangis, namun rintihannya melelehkan mata kami “Ya Alloh tolonglah…aku masih ingin menghafal….Ya Alloh tolongah..aku masih ingin menghafal.” Ia terus mengatakan itu sambil menahan pedih.
“Tenang nak, Allah akan menolongmu,” kami semakin terisak. Tak tahan dengan kata-katanya. Semua membawa Yasin ke atas menuju tempat parkir sambil menghiburnya, sebisa-bisanya. Setiap melihat saya, ia meminta dengan tangisan, ”Umi tolong do’akan, aku masih ingin menyelesaikan hafalan qur’an”
“Ya Alloh..maafkan aku…tolonglah aku…aku masih ingin menghafa qur’an”. ia terus merintih
Yasin dibawa ke Bareskrim untuk mendapat pertolongan pertama, namun pihak bareskrim menyuruh agar Yasin segera dibawa ke Rumah sakit Ciawi yang peralatannya lebih memadai. dan disana mujahid kecil ini mendapat 14 jahitan. Luar dan dalam.
Sejak itu, putra bu Nuri ini menunaikan janjinya untuk bersungguh-sungguh menghafal Qur’an. Dan pada bulan maret ini Alloh membantunya, Yasin mengkhatamkan hafalannya dalam program supermanzil.
Sore itu semua yang hadir menangis dan memeluknya, memberi penghargaan atas perjuangannya. Memberi pengakuan atas kerja kerasnya yang luar biasa. Menghafal siang malam tak kenal lelah. Demi cita-citanya, memberi mahkota pada kedua orangtuanya. Semoga tekad, usaha dan kegigihannya dalam menyelesaikan hafalan Qu’an menjadi ibroh dan pemacu bagi kita-kita yang sudah dewasa.
Berbahagialah kedua orangtuanya, bunda Nuri dan Pak Rahmat. Karena anak sholeh yang begitu cinta Al-Qur’an adalah kekayaan yang tak bisa nilai dengan seluruh dunia ini.
(Dari grup mukhoyyam quran nusantara)
, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.