TERHAPUSNYA AMAL SHALIH
beribadah kepada-Nya, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman : “Wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa li
ya’buduun”. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku. (QS.
Adz-Dzaariyaat: 56).
ibadah adalah sebagaimana dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yakni : Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai
dan diridhai oleh Allah baik berupa perkataan atau perbuatan, yang lahir maupun
yang batin. (al ’Ubudiyah).
shalih yang merupakan rahmat dari Allah Ta’ala akan menyelamatkan seorang hamba sehingga bisa mendapatkan surga Allah.
: “Wabasysyiril ladziina aamanuu wa
‘amilush shalihaatii anna lahum jannaatin tajriimin tahtihal anhaar. Dan berilah kabar gembira kepada orang
orang yang beriman dan beramal shalih, bahwa
untuk mereka (disediakan) surga surga yang mengalir dibawahnya sungai sungai. (Q.S al
Baqarah 25).
itu adalah sebaik baik makhluk. Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga
yang mengalir di bawahnya sungai sungai, mereka kekal di dalamnya selama
lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang
demkian itu adalah (balasan) bagi orang orang yang takut kepada Rabb-nya”. (Q.S
al Baiyinah 7-8).
seorang hamba yang cerdas akan selalu berusaha menjaga imannya dan melakukan
amalan shalih dengan ikhlas serta sesuai dengan petunjuk Rasulullah Salallahu
‘alahi Wasallam. Selain itu yang penting pula, seorang hamba akan menjaga amal
amal yang telah dilakukannya sehingga
betul betul bisa dibawa sebagai bekal menuju negeri akhirat.
berfirman : ”Dan barangsiapa yang
menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh
sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya
dibalasi dengan baik.” (QS. Al-Isra’ 19)
telah dilakukannya dengan susah payah terhapus oleh berbagai sebab. Jika amal
shalih terhapus maka menjadi musibah besar baginya. Sungguh
amal shalih yang dilakukan seseorang mempunyai kemungkinan untuk terhapus
karena berbagai sebab, diantaranya :
kesyirikan adalah puncak pertama yang menyebabkan amal shalih seorang hamba
terhapus. Allah berfirman : “Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi nabi) yang sebelummu, Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah) niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi”. (Q.S az Zumar 65).
akan mengampuni dosa syirik. Allah berfirman :
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”.(Q.S an Nisa’ 48)
Ketahuilah, perbuatan syirik tidak akan mendatangkan manfaat sedikitpun kepada
pelakunya bahkan akan menjadi bencana. Ia akan merugi selama-lamanya, amalannya
terhapus dan tertolak, sia-sia belaka bagaikan debu yang bertebaran. Allah
berfirman : ”Dan Kami hadapi segala amal
yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amalan itu (bagaikan) debu yang
beterbangan.” (Q.S al Furqan 23).
Allah Ta’ala berfirman :”… seandainya
mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah
mereka lakukan.” (Q.S al An’am: 88).
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa pada suatu hari Aisyah pernah
bertanya kepada Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa Sallam, tentang Abdullah Jud’an
yang mati dalam keadaan syirik. Akan tetapi dia adalah orang yang baik, suka
memberi makan orang miskin, menolong yang teraniaya, punya kebaikan yang
banyak. Rasulullah bersabda :”Semua
amalan itu tidak memberinya manfaat sedikitpun, karena dia tidak pernah
mengatakan, ’Wahai Rabb-ku, berilah ampunan atas kesalahan-kesalahanku pada
hari kiamat kelak.” (H.R Imam Muslim)
Oleh karena itu maka sudah menjadi kewajiban yang sangat penting bagi seorang hamba orang yang mengendaki amalannya diterima di
sisi Allah untuk mentauhidkan-Nya. Sungguh
tauhid puncak tertinggi hak Allah
terhadap hamba adalah mentauhidkan-Nya.
Kedua : Riya’ dan menyebut nyebut amal
shalihnya.
Riya’ tidak diragukan lagi akan membatalkan dan menghapuskan amalan seseorang.
Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan
bahwa Allah Ta’ala berfirman : ”Aku paling kaya, tidak butuh tandingan dan
sekutu. Barangsiapa beramal menyekutukan-Ku kepada yang lain, maka Aku tinggalkan
amalannya dan tandingannya”. (H.R Imam Muslim)
Bahkan penyakit riya adalah sangat dikhawatirkan Rasulullah akan menimpa
umatnya. Beliau bersabda : ”Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan kepada
kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, ”Apa yang dimaksud dengan
syirik kecil ?.” Rasulullah menjawab : ”Yaitu riya’. (H.R Imam Ahmad)
Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata : Sesungguhnya
ikhlas dalam ibadah sangat mulia. Amalan yang dipenuhi riya’ tidak diragukan
lagi bagi seorang muslim akan sia-sia belaka, tidak bernilai, dan tentu
pelakunya berhak mendapatkan murka dan balasan dari Allah Ta’ala.
Selain itu yang juga akan menghapus pahala amal shalih seorang hamba adalah dengan
menyebut nyebutnya dan terkadang menyakiti perasaan orang yang diberinya
kebaikan. Allah berfirman : “Wahai
orang-orang yang beriman !. Janganlah
kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti
(perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya
kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian
batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah).
Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Q.S al Baqarah 264).
Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : ”Ada tiga golongan yang tidak dilihat oleh Allah pada hari kiamat, tidak disucikan-Nya, dan
baginya adzab yang pedih.” Para sahabat bertanya, ” Terangkan sifat mereka
kepada kami, ya Rasulullah, alangkah
meruginya mereka.” Rasulullah bersabda :
”Mereka adalah yang menjulurkan pakaiannya (isbal), orang yang suka
menyebut-nyebut pemberian, dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan
sumpah palsu.” (H.R Imam Muslim).
Ketiga : Melakukan maksiat ketika
bersendirian.
Banyak di antara kita yang tidak berani melakukan maksiat dihadapan orang
banyak karena masih ada rasa malu. Tetapi berani melakukan maksiat ketika
bersendirian dan tidak ada manusia yang tahu. Diantaranya orang orang yang
ketika sendiri, tidak diketahui orang
lain, adalah suka membuka dan berselancar pada situs situs yang jorok baik
tulisan maupun gambarnya. Seolah olah
mereka hanya tidak enak kalau diketahui manusia. Padahal Allah Dzat Yang Maha Mengetahui atas segala
sesuatu. Ini bisa membuat amalannya terhapus.
Rasulullah bersabda : ”Sungguh akan
datang sekelompok kaum dari umatku pada hari kiamat dengan membawa kebaikan
yang banyak semisal gunung yang amat besar. Allah menjadikan kebaikan mereka
bagaikan debu yang beterbangan.” Tsauban berkata : Terangkanlah sifat
mereka kepada kami ya Rasulullah, agar kami tidak seperti mereka. Rasulullah
bersabda : ”Mereka masih saudara kalian, dari jenis kalian, dan mereka mengambil
bagian mereka di waktu malam sebagaimana kalian juga, hanya saja mereka apabila
menyendiri menerjang keharaman-keharaman Allah.” (H.R Ibnu Majah,
dishahihkan oleh Syaikh al Albani)
Keempat
: Mendahului Rasulullah dalam perintahnya.
Mendahului Rasulullah dalam perintahnya, maksudnya adalah : Janganlah seorang
muslim mengerjakan amalan yang tidak diperintahkan Rasulullah, karena hal itu termasuk perbuatan lancang
terhadap beliau. Ditambah lagi, syarat diterimanya amalan adalah sesuai dengan
petunjuknya, tidak menambahi dan tidak menguranginya.
Allah Ta’ala berfirman : ”Wahai
orang-orang yang beriman !. Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan
bertakwalah kepada ALLAH. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Q.S al-Hujurat 1).
ayat ini Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di berkata : Allah memerintahkan
hamba hamba-Nya yang beriman sesuai tuntutan keimanan terhadap Allah dan
rasul-Nya dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta harus
berjalan di belakang perintah perintah Allah dan mengikuti sunnah rasul-Nya
dalam semua hal. Agar tidak mendahului Allah dan Rasul-Nya. Tidak mengatakan
sesuatupun hingga Allah dan Rasulullah menyatakan. Dan tidak memerintah apapun
hingga Allah dan Rasul-Nya memerintahkan
Kita sering melihat orang melakukan suatu amal perbuatan yang tidak
diperintahkan dan tidak pula dicontohkan oleh Rasulullah. Mereka menganggapnya sebagai ibadah yang
akan memperoleh pahala dan kebaikan dari Allah Ta’ala. Padahal sesungguhnya
mereka telah menyelisihi Rasulullah. Seolah
olah mereka karena telah mengubah syariat tanpa hak dan hanya berbekal persangkaan
dan akal fikirannya semata. Akibatnya adalah amalanya terhapus nilainya.
maka tertolak.” (H.R Imam Muslim).
Rasulullah.
memperingatkan tentang hal itu dalam
firman-Nya : “Ya aiyuhal ladzina aamanuu laa tarfa’uu ashwaatakum fauqa
shautin nabiyyi, walaa tajharuu lahuu bilqauli kajahri ba’dhikum liba’din, an
tahbatha a’malukum wa antum laa tasy’uruun”. Wahai orang orang yang
beriman. Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi. Dan janganlah
kamu berkata kepadanya dengan suara
keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti
(pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak mengetahui. (Q.S al
Hujuurat 2)
as Sa’di berkata : Ini adalah adab terhadap Rasulullah ketika berbicara dengan
beliau. Artinya orang yang berbicara dengan Rasulullah tidak boleh meninggikan
suaranya melebihi suara Rasulullah. Tidak boleh mengeraskan suara dihadapan
Rasulullah. Ketika berbicara dengan beliau suara harus dilirihkan dengan sopan,
lembut seraya mengagungkan dan memuliakan beliau karena Rasulullah bukanlah
seperti salah seorang dari kalian.
itu bedakanlah ketika berbicara dengan beliau sebagaimana kalian membedakan hak
haknya terhadap umatnya. Kalian wajib mencintainya dengan sebenar benar
kecintaan dimana keimanan tidak bisa sempurna tanpanya. Tanpa melaksanakan hal
itu dikhawatirkan akan bisa menggugurkan amalan seorang hamba sedangkan dia
tidak merasa. (Kitab Taisir Tafsir Kariimir Rahman)
Ibnul Qayyim mengingatkan : Apabila
mengangkat suara lebih tinggi daripada
suara beliau itu menjadi sebab terhapusnya amalan, lantas bagaimana dengan
orang orang yang mendahulukan akal mereka, perasaan mereka, politik mereka atau
pengetahuan mereka daripada ajaran yang beliau
bawa dan mengangkat itu semua
diatas sabda sabda beliau. Bukankah itu semua lebih pantas lagi untuk
menjadi sebab terhapusnya amal mereka. (Adh Dhau’ al Munir ‘ala Tafsir)
akan mengampuni seseorang.
Seorang yang berani bersumpah dengan mengatakan bahwa Allah tidak akan mengampuni
seseorang adalah termasuk kelancangan terhadap hak Allah sehingga membahayakan
kepada diri dan amal ibadahnya.
”Dahulu ada dua orang bersaudara dari
kalangan Bani Israil yang saling berlawanan sifatnya. Salah satunya gemar
berbuat dosa sedangkan sedangkan satunya lagi rajin beribadah. Yang rajin
beribadah selalu mengingatkan saudaranya
agar menjauhi dosa. Sampai suatu hari, ia berkata kepada temannya, ”Berhentilah
berbuat dosa.” Karena terlalu seringnya diingatkan, temannya yang sering
bermaksiat itu berkata, ”Biarkan aku begini. Apakah engkau diciptakan hanya
untuk mengawasi aku ?.”
saudaranya yang rajin beribadah itu akhirnya marah dan berkata : ”Demi Allah,
Allah tidak akan mengampuni engkau.” atau ”Demi Allah, Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam surga.”
Akhirnya Allah mencabut nyawa keduanya dan dikumpulkan di sisi-Nya. Allah
berkata kepada orang yang rajin beribadah : ”Apakah
engkau tahu apa yang ada di Diri-Ku, ataukah engkau merasa mampu atas apa yang
ada di Tangan-Ku ?.”
berfirman kepada orang yang berbuat dosa :
”Masuklah engkau ke dalam surga karena Rahmat-Ku.” dan Dia berkata kepada
yang rajin beribadah : ”Dan engkau
masuklah ke dalam neraka.” Abu Hurairah berkata, : ”Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya,
orang ini telah mengucapkan perkataan yang membinasakan dunia dan akhiratnya.”
(H.R Abu Dawud)
Juga dalam riwayat yang lain
Rasulullah bersabda : ”Ada orang yang berkata, ”Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si
Fulan.” Maka Allah berfirman : ”Siapa yang bersumpah atas nama-Ku bahwa Aku
tidak akan mengampuni si Fulan, sungguh Aku telah mengampuninya dan Aku
membatalkan amalanmu.” (H.R Imam Muslim)
Ketujuh : Membenci apa yang disampaikan
Rasulullah.
Allah
berfirman : ”Yang demikian itu adalah
karena Sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (al Quran) maka Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.”
(Q.S Muhammad 9)
Jadi amal seorang hamba bisa terhapus karena membenci apa yang dibawa dan disampaikan oleh
Rasul-Nya berupa Al-Qur’an dan as Sunnah. Pada hal kewajiban kita menerima,
mempelajari, mengamalkan dan mengajarkan al Qur an dan as Sunnah sesuai kemampuan kita.
Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi kekuatan oleh Allah untuk menjauhi sebab-sebab terhapusnya nilai
amal ibadah kita. Insya Allah bermanfaat bagi kita semua. Wallahu A’lam. (804)

, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.








