Muhasabah – Mengevaluasi Diri
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun demi tahun pun berlalu. Semua ini adalah tahapan yang ditempuh seorang hamba menuju negeri akhirat, akhir dari perjalanan. Setiap hari yang dilalui semakin menjauhkannya dari dunia, dan mendekatkan kepada akhirat. Maka sungguh berbahagialah seorang hamba yang senantiasa menggunakan berbagai kesempatan yang dimilikinya untuk hal-hal yang baik dan bermanfaat. Alangkah beruntungnya seorang hamba yang menyibukkan dirinya dalam ketaatan menjauhkan diri dari kemaksiatan.
Kehidupan dunia ini merupakan penentu masa depan seorang hamba di akhirat kelak. Akankah dia bisa memanfaatkan umurnya dalam hal-hal yang baik, dalam ketaatan kepada Allah ‘azza wa jalla, sehingga kelak dia berada di negeri yang penuh dengan kenikmatan abadi atau justru sebaliknya, dia menghabiskan umurnya dalam berbagai perkara yang sia-sia dan kemaksiatan kepada Allah, sehingga siksa pun menantinya di negeri akhirat. Kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut.
Seorang muslim yang baik selalu berupaya mengisi waktu dengan menunaikan kewajiban menjauhi larangan dan memperbanyak amal shalih sebagai bekal terbaik untuk menyongsong kehidupan yang hakiki. Oleh karena itu, untuk bisa tetap istiqamah dalam melakukan amal shalih, maka salah satu usaha yang ditempuh adalah senantiasa melakukan muhasabah (introspeksi dir) terhadap segala aktivitas yang telah dijalani maupun yang akan dilakukan.
Pengertian Muhasabah
Secara etimologi muhasabah berasal dari kata kerja hasiba yang artinya menghisab atau menghitung. Dalam penggunaannya diidentikan muhasabah dengan proses pengamatan terhadap diri sendiri, introspeksi diri, wawas atau mengevaluasi diri.
Muhasabah dapat dibagi menjadi dua jenis. Yang pertama adalah muhasabah sebelum melakukan pekerjaan. Sedangkan yang kedua adalah muhasabah setelah melaksanakan pekerjaan. Kedua hal ini sangat penting dilakukan oleh seorang muslim. Muhasabah yang pertama akan menjadikan pekerjaan yang dia lakukan bernilai positif baginya baik dunia maupun di akhirat. Sedangkan muhasabah yang kedua akan memudahkan untuk menambal kekurangan pekerjaan yang telah dilaksanakan serta menjadikan pekerjaanyang akan dilakukan lebih sempurna.
Para ulama dari masa ke masa senantiasa memberikan dorongan kepada kaum muslimin supaya melakukan muhasabah. Di antaranya, sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad bahwa Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab! Timbanglah amal kalian sebelum amal kalian ditimbang! Sesungguhnya introspeksi diri pada hari ini lebih ringan daripada hisab di kemudian hari. Berhiaslah untuk perhelatan akbar (hari akhir), pada hari yang segalanya akan tampak dan tidak ada yang tersembunyi dari kalian!”
Demikian pula Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan, “Seorang mukmin itu pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia melakukan introspeksi diri karena Allah. Sesungguhnya hisab pada hari kiamat kelak akan lebih ringan bagi yang telah melakukannya di dunia.”
Kenapa setiap manusia harus melakukan introspeksi terhadap dirinya sendiri? Perlu diketahui bahwa jiwa manusia senantiasa mengajak kepada keburukan. Tidak seorang pun yang selamat darinya kecuali orang-orang yang diberi taufik oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Maka, sungguh merugi seseorang meninggalkan muhasabah dan selalu memperturut hawa nafsu.
Muhasabah akan memunculkan rasa takut kepada Allah. Dan rasa takut kepada Allah akan menekan kecenderungan hawa nafsu yang kerap mengajak kepada perbuatan negatif (maksiat). Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa bersabda kepada para shahabat dalam pembukaan khutbah beliau
“Segala puji bagi Allah. memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya dan memohon ampunan kepada Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu kita dan keburukan amal-amal kita [H.R.Ibnu Majah, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani
Dengan demikian, salah satu metode menekan kekuasaan hawa nafsu pada diri seorang hamba adalah dengan selalu melakukan muhasabah. Maka seorang hamba yang beriman kepada Allah dan hari akhir harus melakukan introspeksi terhadap hawa nafsunya. Mempersempit ruang geraknya serta menahan gejolaknya. Barang siapa mengabaikan muhasabah dan senantiasa memperturutkan hawa nafsu, maka sungguh dia berada dalam kerugian yang besar. Hakikat kerugian tersebut baru benar-benar akan tampak nanti di hari kiamat.
![]() |
Bangku kosong Sumber: https://pixabay.com/en/bank-musing-rest-1433243/ |
Metode muhasabah
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa ber-muhasabah bisa dilakukan dengan menimbang antara kenikmatan yang Allah karuniakan dan kejahatan yang kita lakukan. Artinya kita melihat berbagai anugerah yang telah Allah berikan kepada kita dan melihat apa yang telah perbuat. Dengan begitu, akan nampak kesenjangan yang sangat jauh antara keduanya.
Betapa Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa mencurahkan berbagai kenikmatan lahir dan batin kepada kita, sementara kita tidak pandai mensyukurinya.
Harus kita akui, bagaimanapun upaya seorang hamba untuk mensyukuri nikmat tersebut, niscaya dia tidak akan mampu melakukannya. Bagaimana tidak, menghitung saja tidak akan bisa karena begitu banyaknya, untuk mensyukurinya. Allah berfirman
“Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tak dapat membilangnya. Sesungguhnya Allah benar benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Q.S. An Nahl 181.
Sedangkan kita dituntut untuk selalu berusaha untuk mensyukurinya. Allah berfirman: “Maka ingatlah Aku, niscaya Aku akan mengingat kalian dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kalian ingkar.” [QS. Al-Baqarah:152].
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk mensyukuri semua karunia-Nya tanpa kecuali. Dari sini kemudian, kita selalu menilai diri kita. Apakah kita telah bersyukur kepada-Nya atau justru mengingkari nikmat-nikmat tersebut dengan bermaksiat kepada-Nya. Inilah nilai muhasabah tersebut.
Maka, agar umur kita yang sangat terbatas di dunia ini bisa semakin produktif menghasilkan berbagai amal shalih, maka konsisten dalam muhasabah adalah solusi terbaik untuk bisa mewujudkannya. Dengan muhasabah, mari kita jelang masa depan dengan perubahan-perubahan yang gemilang dalam beribadah kepada Allah baik secara kualitas maupun kuantitas.
Manfaat Muhasabah
“Sesungguhnya aku menjumpai seratus kebaikan Namun tidaklah aku melihat satu pun pada diriku”.
“Seseorang itu tidak akan dikatakan memahami agama ini dengan baik sampai dia murka kepada orang-orang karena mereka menyepelekan hak Allah. Lalu dia lihat dirinya ternyata dia lebih murka kepada dirinya sendiri”

, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.