Dari Ka’b bin ‘Ujrah radhiyallahu ‘anhu, ia mengisahkan,
“Ada seseorang melewati Nabi ﷺ dan para sahabatnya. Mereka melihat kesabaran dan jiwa semangat orang itu. Kemudian para sahabat berkata kepada Nabi ﷺ :
“Wahai Rasulullah ﷺ seandainya hal ini (jiwa semangatnya) ia peruntukkan (berperang/jihad) di jalan Allah Ta’ala.
🔸Maka Rasulullah ﷺ menjawab,
Apabila dia keluar (rumah) untuk berusaha (mencari penghasilan) karena anaknya yang masih kecil, maka itu di jalan Allah Ta’ala.
Apabila dia keluar (rumah) berusaha (mencari penghasilan) karena kedua orang tuanya yang sudah tua renta, maka itu di jalan Allah Ta’ala.
Apabila dia keluar (rumah) untuk berusaha (mencari penghasilan) bagi dirinya dalam rangka menjaga sifat ‘iffahnya (menjaga kehormatan untuk tidak minta-minta), maka itu adalah di jalan Allah
Ta’ ala.
Apabila dia keluar (rumah) untuk berusaha (mencari penghasilan) karena riya dan bangga, maka itu di jalan setan”.
HR. Ath Thabrani dan disahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’.
Rasulullah ﷺ bersabda,
“Dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, dinar yang engkau infakkan untuk membebaskan budak, dinar yang engkau sedekahkan untuk orang yang miskin dan dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu, maka yang paling besar pahalanya adalah yang engkau infakkan untuk keluargamu.”
Shahih Muslim, no. 995.
↪Dalam hadits ini terkandung faedah,
“Bahwa nafkah yang wajib, lebih besar pahalanya daripada nafkah yang bersifat sunnah.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengungkapkan,
“Mencari yang halal dan memberikan nafkah kepada keluarga adalah perkara yang agung, tidak ada sesuatu pun yang bisa menandingi dari amal kebaikan (dari amalan yang bersifat sunnah) “.
Al Imanul Ausath hal. 609.
Sumber:
@ForumSalafyPurbalingga
“Apa pun yang engkau nafkahkan maka itu teranggap sebagai sedekah bagimu sampaipun suapan yang engkau berikan ke mulut istrimu.” (HR. al-Bukhari no. 5354 dan Muslim no. 1628)
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
“Tidaklah engkau menafkahkan satu nafkah yang dengannya engkau mengharap wajah Allah subhanahu wa ta’ala kecuali engkau akan diberi pahala dengannya sampaipun satu suapan yang engkau berikan ke mulut istrimu.”
Al-Muhallab rahimahullah berkata, “Nafkah untuk keluarga hukumnya wajib dengan ijma’ (kesepakatan ulama). Adapun Penetap Syariat (yakni Allah subhanahu wa ta’ala, –red) menamakannya dengan sedekah hanyalah dikarenakan kekhawatiran adanya sangkaan bahwa mereka tidak akan diberi pahala atas kewajiban yang mereka tunaikan. Mereka telah mengetahui pahala sedekah, maka Penetap Syariat mengenalkan kepada mereka bahwa nafkah/infak yang mereka keluarkan (untuk keluarga) adalah sedekah mereka sehingga mereka tidak mengeluarkan sedekah itu kepada selain keluarga, kecuali setelah mereka mencukupi keluarga mereka. Penamaan infak ini dengan sedekah adalah demi mendorong mereka agar mendahulukan sedekah yang wajib (yaitu memberi nafkah kepada keluarga) daripada sedekah yang sunnah.” (Fathul Bari, 9/600)
Selengkapnya : https://asysyariah.com/sedekah-yang-paling-utama/
, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.