Aneka Masalah

Khutbah Idul Fitri 1446 H: Ketika Ramadhan Telah Berlalu

 بسم
الله الرحمن الرحيم

Khutbah Idul Fitri 1446 H

Ketika Ramadhan Telah Berlalu

Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I

إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ
شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا
وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
. أَمَّا
بَعْدُ :
 

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Laailaahaillallahu wallahu akbar. Allahu akbar walillahil
hamd.

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang
berbahagia!

Pertama-tama,
marilah kita memanjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Azza wa Jalla atas
nikmat-nikmat-Nya yang telah Dia berikan kepada kita, terutama adalah nikmat
beragama Islam, yang merupakan satu-satunya agama yang hak (benar) dan sebagai jalan
menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Demikian pula atas nikmat taufiq,
yakni bantuan dan pertolongan-Nya kepada kita sehingga kita dapat menjalankan
ajaran-ajaran Islam seperti mengisi bulan Ramadhan dengan berbagai macam amal
saleh yang di antaranya adalah berpuasa, shalat tarawih, membaca Al Qur’an,
bersedekah, dan amal saleh lainnya. Semoga Allah

 menerima amal ibadah yang kita lakukan selama
di bulan Ramadhan, aamin Yaa Rabbal ‘aalamiin.

Shalawat dan
salam tidak lupa kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam yang diutus sebagai rahmat bagi alam semesta, dimana dengan diutus-Nya
Beliau, maka manusia yang sebelumnya berada dalam kesesatan menjadi mendapatkan
petunjuk, yang sebelumnya berada dalam berbagai kegelapan -baik gelapnya
kebodohan, gelapnya syirik, gelapnya kekafiran, dan gelapnya maksiat- menjadi
berada di atas cahaya ilmu pengetahuan, cahaya tauhid, cahaya iman, dan cahaya
taat.

Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Kita
bergembira di hari raya karena dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
dapat menjalankan ketaatan kepada-Nya dan dapat berlomba-lomba dalam kebaikan.
Kegembiraan ini adalah kegembiraan yang terpuji sebagaimana firman-Nya,

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا
هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Katakanlah, “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya,
hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
(Qs. Yunus: 58)

Oleh karenanya, hari Ied pada hakikatnya untuk mereka yang
mendekatkan diri kepada Allah Tuhannya dan bertambah ketaatan kepada-Nya; bukan
untuk mereka yang hanya mengganti pakaiannya dengan pakaian baru dan
kendaraannya dengan kendaraan baru sedangkan kemaksiatan masih tetap
dikerjakan. Al Hasan Al Basri rahimahullah berkata, “Setiap hari yang
kita lalui tanpa bermaksiat kepada Allah pada hakikatnya adalah hari raya, dan
setiap hari yang kita isi dengan ketaatan kepada Allah, pada hakikatnya adalah
hari raya.

Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Puasa yang Allah
Azza wa Jalla syariatkan kepada kita tujuannya adalah agar kita menjadi insan
yang bertakwa. Dalam puasa itulah kita dididik oleh Allah Azza wa Jalla agar
terbiasa melaksanakan perintah-Nya, terbiasa menjauhi larangan-Nya, terbiasa
beribadah kepada-Nya, dan terbiasa menahan nafsu yang keadaannya sering mendorong
seseorang kepada perbuatan maksiat sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla
ketika menceritakan ucapan Nabi Yusuf alaihis salam,

إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي
إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.”
(Qs. Yusuf: 53)

Oleh karenanya,
seorang yang berpuasa memiliki pengendalian diri dan tidak mudah memperturutkan
hawa nafsunya lagi, dekat dengan ketakwaan dan siap menjadi orang-orang yang
bertakwa.

Kalau kita melihat ada pencuri, pemabuk,
pezina, pemain judi, dan pelaku kejahatan lainnya
; itu
semua karena
pelakunya tidak mempunyai
pengendalian diri disebabkan mereka tidak mampu berpuasa di bulan Ramadhan yang
sebenarnya melatih mereka agar memiliki pengendalian diri
.

Di samping itu,
dalam puasa seseorang merasakan penderitaan lapar dan haus, sehingga ia pun
merasakan beban yang dialami saudara-saudaranya yang fakir dan miskin yang
membuatnya memiliki kepekaan dan kepedulian, sehingga ia tidak bakhil untuk bersedekah
dan membantu mereka.

Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Oleh karena yang
diinginkan Allah dari hamba-hamba-Nya setelah menjalankan puasa adalah menjadi manusia
yang bertakwa, maka tidak sepatutnya bagi kita setelah menjalankan ibadah puasa
kita kembali lagi berbuat maksiat, seperti meninggalkan shalat, enggan
melaksanakannya dengan berjamaah, durhaka kepada orang tua, memutuskan tali
silaturrahim, bermusuhan, menyakiti tetangga, tidak menjaga lisannya dari
dusta, ghibah (membicarakan orang lain), namimah (mengadu domba), memfitnah,
menghina orang lain, dan melepas jilbab bagi wanita atau memamerkan aurat, serta
melakukan maksiat lainnya, wal ‘iyadz billah.

Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Sesungguhnya
tanda diterimanya ibadah dari seorang hamba adalah ketika hamba tersebut diberi
taufik oleh Allah untuk mengerjakan ibadah-ibadah lainnya, mengerjakan ketaatan
kepada-Nya dan menjauhi maksiat. Maka perhatikanlah dirimu, apakah selanjutnya
engkau berada di atas ketaatan atau berada di atas kemaksiatan?

Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Berpuasa di
bulan Ramadhan dan mengisinya dengan berbagai ibadah juga dimaksudkan agar
setelah Ramadhan berlalu, kita menjadi terbiasa mengisi hidup dengan beribadah
kepada Allah Azza wa Jalla, dimana untuk tujuan inilah manusia diciptakan,
yaitu untuk menyembah hanya kepada Allah saja dan mengisi hidup di dunia dengan
beribadah, sebagaimana firman-Nya,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Aku tidaklah
menciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.”
(Qs. Adz Dzaariyat: 56)

Hendaknya kita
ketahui, bahwa perintah beribadah ini, tidak hanya di bulan Ramadhan, tetapi
terus diperintahkan di setiap hari, di setiap bulan, di setiap tahun, hingga
ajal menjemput. Allah Ta’ala berfirman,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).”
(QS. Al Hijr: 99)

Oleh karena itu,
jadilah Rabbaniyyun (orang-orang yang senantiasa beribadah kepada Allah Azza wa
Jalla), bukan sebagai Ramadhaniyyun (yang hanya beribadah di bulan Ramadhan).

Ada seorang yang
bertanya kepada Bisyr Al Hafiy, “Ada orang-orang yang beribadah di bulan Ramadhan
dan bersungguh-sungguh beribadah di bulan itu. Tetapi setelah Ramadhan berlalu,
mereka meninggalkan ibadahnya, maka Bisyr berkata, “Seburuk-buruk orang adalah
mereka yang tidak mengenal Allah selain di bulan Ramadhan.” (Miftahul Afkar
Lit Ta’ahhub Lidaril Qarar
2/283).

Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Di antara hikmah memperbanyak ibadah pada bulan Ramadhan
adalah agar bekal kita menghadapi kematian semakin banyak. Bukankah setelah
kematian terdapat safar yang panjang?

Abu Darda radhiyallahu anhu berkata,
“Kalau sekiranya salah seorang di antara kamu hendak safar, bukankah ia perlu
menyiapkan bekal yang bermanfaat baginya?” Kawan-kawannya berkata, “Ya.” Abu
Darda berkata, “Safar pada hari Kiamat lebih panjang, maka bawalah bekal yang
bermanfaat bagimu. Berhajilah untuk menghadapi perkara-perkara besar,
berpuasalah di siang hari yang panas untuk menghadapi panasnya hari
kebangkitan, shalatlah di kegelapan malam untuk menghadapi kegelapan kubur, dan
bersedekahlah secara sembunyi-sembunyi untuk menghadapi hari yang sulit.”

Maka
bersyukurlah kita kepada Allah Azza wa Jalla ketika dimudahkan berpuasa
Ramadhan dan beramal saleh di dalamnya, karena Dia akan menyiapkan pahala yang besar
untuk orang-orang yang berpuasa sebagaimana firman-Nya dalam hadits Qudsi,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، إِلَّا
الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

“Semua
amal anak cucu Adam adalah untuknya kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku, Akulah
yang akan sendiri membalasnya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

Di
samping itu, puasa juga akan memberikan syafaat bagi pelakunya pada hari Kiamat
dimana setiap kita butuh ada yang memberikan syafaat pada hari Kiamat. Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam

الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يَقُولُ الصِّيَامُ: أَيْ رَبِّ، مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ
وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ، فَشَفِّعْنِي فِيهِ، وَيَقُولُ الْقُرْآنُ:
مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ، فَشَفِّعْنِي فِيهِ “، قَالَ: ”
فَيُشَفَّعَانِ “

“Puasa
dan Al Qur’an akan memberikan syafaat bagi seorang hamba pada hari Kiamat. Puasa
akan berkata, “Ya Rabbi, aku telah cegah dia dari makan dan syahwatnya di siang
hari, maka izinkan aku memberinya syafaat.” Al Qur’an juga akan berkata, “Aku
telah mencegahnya untuk tidur di malam hari, maka berilah aku kesempatan
memberi syafaat.” Beliau melanjutkan sabdanya, “Keduanya pun diizinkan memberi
syafaat.” (Hr. Ahmad, Thabrani, Hakim, dan Baihaqi dalam Asy Syu’ab dari
Abdullah bin Amr. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 3882)
 

Demikian
juga di antara hikmah Allah Azza wa Jalla syariatkan berbagai macam ibadah di
bulan Ramadhan adalah agar menjadi batu loncatan bagi kita untuk beramal saleh
pada bulan-bulan setelahnya, agar kita memulai lembaran baru kita dengan amal
saleh, dan agar kita dapat berkaca dan menengok ke bulan Ramadhan, bahwa sejatinya
kita mampu mengisi waktu-waktu kita dengan beribadah sebagaimana kita mampu
melakukannya di bulan Ramadhan. Jika kita malas melakukan shalat malam,
tengoklah bulan Ramadhan, bukankah kita mampu shalat tarawih di setiap malamnya.
Jika kita malas berpuasa sunah, tengoklah bulan Ramadhan, bukankah kita mampu berpuasa
di setiap hari bulan Ramadhan. Jika kita tidak mampu mengkhatamkan Al Qur’an¸ tengoklah
bulan Ramadhan, bukankah kita mampu mengkhatamkan Al Qur’an di bulan Ramadhan.

Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Setelah kita
menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, Allah Subhaanahu wa Ta’aala
memerintahkan kita mengagungkan-Nya sebagaimana firman-Nya,

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا
هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.”
(QS. Al Baqarah: 185)

Oleh karena itu, sebagian ulama
berpendapat bahwa takbiran tersebut dimulai dari malam hari tanggal satu
Syawwal hingga shalat Ied ditunaikan berdasarkan ayat ini. Sedangkan mayoritas para
ulama berpendapat, bahwa takbir pada ‘Idul Fitri dimulai dari keluarnya menuju
tempat shalat hingga ditunaikan shalat ‘Idul Fithri melihat kepada praktek
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Ini adalah untuk Idul Fitri. Adapun
untuk Idul Adh-ha, maka takbiran dimulai dari Subuh
hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah) dan tetap terus bertakbir hingga Ashar akhir hari
tasyriq. Adapun bacaan takbirnya di antaranya:

اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ
اَكْبَرُ لَاِالهَ اِلَّا اللهُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ
اْلحَمْدُ

Artinya: Allah
Mahabesar. Allah Mahabesar. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah.
Allah Mahabesar. Allah Mahabesar. Dan segala puji untuk Allah.
  (Ini adalah takbir Ibnu Mas’ud. dan tidak
mengapa ucapan takbirnya 3 kali).

Dalam membaca takbir ini, dianjurkan
dikeraskan sebagai syi’ar Islam, namun tidak dengan alat musik. Imam Daruquthni
meriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa Ibnu Umar berangkat pada
hari Idul Fithri dan Idul Adh-ha dengan mengeraskan takbirnya sampai tiba di
lapangan, ia pun tetap terus bertakbir sampai imam datang.

Adapun wanita,
maka cukup dengan mensirr(pelan)kan suaranya ketika bertakbir.

Dianjurkan pula berangkat menuju
lapangan shalat Ied menempuh jalan yang berbeda dengan pulangnya, serta
dianjurkan pula dengan berjalan kaki. Ini semua merupakan syi’ar Islam di hari
raya.

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Sekarang kita berkumpul di tempat ini, di
antara kita ada yang menjadi atasan dan ada yang menjadi bawahan, ada yang
masih muda dan ada yang sudah tua, ada yang kaya dan ada yang miskin, ada
laki-laki dan ada wanita, setelah itu kita akan pulang ke rumah kita
masing-masing. Ingatlah, kita juga akan berkumpul lagi di suatu tempat dengan
jumlah yang lebih banyak dari ini, yaitu di padang mahsyar untuk dihisab
(diperiksa amal) oleh Allah Azza wa Jalla.
Selanjutnya masing-masing kita akan pulang, ada yang pulangnya ke
neraka –wal ‘iyadz billah-, dan ada yang pulang ke surga.
Maka dari itu, hendaklah
masing-masing kita memperhatikan dirinya; apakah dia sudah berada di atas
ketaatan kepada Allah ataukah
masih
berada
di atas kemaksiatan? Jika dirinya bergelimang di atas kemaksiatan, maka berarti
dia telah bersiap-siap pulang ke neraka dan menjadi bahan bakarnya, dan jika
dirinya berada di atas ketaatan, maka berarti dia telah bersiap-siap pulang ke
surga. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”
(Terj. QS. Al Hasyr: 18)

Kita meminta kepada Allah agar tempat kembali
kita adalah ke surga dan tidak ke neraka. M
aka perbaikilah amal kita dari sekarang dan jangan menunda!

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat

Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Sebagian manusia ketika diajak menaati Allah dan
Rasul-Nya masih berat melakukannya, padahal itu pertanda bahwa dirinya tidak
mendapatkan taufiq dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala, Dia berfirman,

فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ
يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ
ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ

“Barang siapa yang Allah kehendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (menjalankan agama) Islam. Dan
barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan
dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit.”
(QS. Al An’aam: 125)

Ada pula yang belum siap menaati Allah dan
Rasul-Nya karena menyangka dirinya masih jauh dari kematian; dirinya masih muda
dan sehat, di samping ingin memanfaatkan masa muda dengan bersenang-senang.

Kita katakan kepadanya, “Saudaraku,
sesungguhnya kematian jika datang tidak melihat orang yang dijemput, baik muda atau
tua, masih sehat atau sedang sakit, ia akan mendatanginya. Dan jika kematian
telah datang kepadanya sedangkan masa mudanya hanya ia isi dengan
bersenang-senang dan hal yang sia-sia, maka dia akan menyesal sekali dan ingin kembali
ke dunia untuk mengejar kekurangan dan ketertinggalannya, padahal sudah bukan
waktunya lagi. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ
رَبِّ ارْجِعُونِ (99) لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ

“Sehingga
apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya
Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia)– Agar aku berbuat amal yang saleh yang
telah aku tinggalkan.”
(Qs.
Al Mu’minun: 99-100)

Maka
bertakwalah kepada Allah karena ia merupakan bekal terbaik menghadapi kematian,
menghadapi alam kubur, dan menghadapi alam akhirat.

Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Meskipun
bulan Ramadhan telah berlalu, bulan di mana amal saleh dilipatgandakan
pahalanya. Namun kesempatan meraih pahala yang banyak masih ada, di antaranya
adalah dengan melanjutkan berpuasa selama enam hari di bulan Syawwal, di mana
bagi mereka yang melakukannya akan dianggap seperti berpuasa setahun.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ
رَمَضَانَ, ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ
اَلدَّهْرِ 

“Barang siapa yang
berpuasa Ramadhan, kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal,
maka ia seperti berpuasa setahun.” (Hr. Jama’ah Ahli Hadits selain Bukhari dan
Nasa’i)

Dalam melakukannya boleh tidak
berturut-turut sesuai kondisi kita.

Para ulama
mengatakan, “Dianggap seperti berpuasa setahun adalah karena satu kebaikan
dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan, bulan Ramadhan dihitung sepuluh
bulan, sedangkan enam hari di bulan Syawwal dihitung dua bulan.”

Sungguh sangat
beruntung orang yang memanfaatkan kesempatan ini untuk berpuasa sebelum
waktunya habis.

Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ
نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ
لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Wahai
orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(Qs. At Tahrim: 6)

Tentang ayat di
atas,
Qatadah
berkata, “Suruh mereka menaati Allah, larang mereka bermaksiat kepada Allah,
jalankan perintah Allah terhadap mereka, suruh mereka melaksanakan perintah
Allah, dan bantu mereka terhadapnya. Jika engkau melihat mereka bermaksiat
kepada Allah, maka peringatkan dan cegahlah mereka.”

Ini adalah tanda sayang kita kepada keluarga, bukan
membiarkan mereka di atas maksiat.
Oleh
karena itu, doronglah keluarga untuk menjalankan kewajiban agama seperti
menyuruh mereka mendirikan shalat, berpuasa Ramadhan, memakai jilbab, dan sebagainya.

Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا
بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ فَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا»

“Suruhlah
anak melaksanakan shalat apabila telah berusia tujuh tahun. Jika sampai sepuluh
tahun, maka pukullah mereka (jika enggan melaksanakannya).” (Hr. Ahmad, Abu
Dawud, dan Tirmidzi. Ini adalah lafaz Abu Dawud, Tirmidzi berkata, “Hadits ini
hadits hasan.”)

Ibnu Utsaimin rahimahullah
berkata, “Janganlah salah seorang di antara kamu menjadi orang hilang di
tengah keluarganya, yaitu ketika ia tidak menyuruh mereka berbuat baik dan
tidak mengarahkan mereka, serta tidak melarang mereka dari perbuatan buruk dan
kerusakan.” (Adh Dhiyaul Lami, 156)

Amr bin Qais rahimahullah
berkata, “Sesungguhnya seorang istri akan mempermasalahkan suaminya kepada
Allah pada hari Kiamat, ia akan berkata, “Sesungguhnya dia (suamiku) tidak
mengajarkanku adab dan tidak mengajarkanku sedikit pun. Ia hanya biasa
membawakan kepadaku roti dari pasar.” (Tafsir As Sam’ani 5/475)

Syaikh As Sa’diy rahimahullah
berkata, “Adab yang baik lebih baik untuk anak-anakmu di dunia dan di akhirat
daripada memberikan mereka emas dan perak.” (Bahjatu Qulubil Abrar, 197)

Sebagian orang
bijak berkata, “Berhati-hatilah! Jika engkau tidak memiliki waktu mendidik
anak-anakmu, maka ketahuilah bahwa lingkungan memiliki waktu untuk merusak
mereka.”

Kita meminta kepada Allah Azza wa Jalla petunjuk-Nya, taufiq-Nya,
keteguhan di atas agama-Nya, dan wafat di atas Islam serta meenjadikan
amalan terbaik kita pada bagian akhirnya, umur terbaik kita pada bagian
akhirnya, dan hari terbaik kita adalah hari ketika kita bertemu dengan-Nya, Allahumma
aamiin
.

Kita juga memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar Dia menurunkan
pertolongan-Nya kepada saudara-saudara kita di Palestina, menghilangkan
penderitaan mereka, memenangkan para mujahidnya, menerima syuhada mereka, dan
membinasakan kaum Yahudi dan para sekutunya dari kalangan kaum kuffar dan
munafikin.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَّمَدٍ ، وَعَلَى آلِ
بَيْتِهِ ، وَعَلَى الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ
، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ .
اَللَهُمَّ إِنّا لاَ نَمْلِكُ لِأَهْل ِفِلِسْطِيْنَ إِلاَ الدُعَاءَ
فَيَا رَبُّ لاَ تَرُدَّ لَنَا دُعَاءً وَ لاَ تُخَيّبْ لَنَا رَجَاءً. اَللَّهُمَّ
كُنْ لًهُمْ عَوْناً وَنَصِيْراً. الَلَّهُمَّ انْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّهِمْ. اَللَّهُمَّ
أَسْبِغْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَ سَلاَمًا . اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ
وَالْمُشْرِكِيْنَ, اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْيَهُوْدَ وَمَنْ عَاوَنَهُمْ مِنَ
الْكُفَارِ وَالْمُنَافِقِيْنَ.   اَللَّهُمَّ
اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِناً مُطْمَئِناًّ وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ ،
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا ، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا
فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا
هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ وَلاَ مُضِلِّيْنَ ،
رَبَّنَا آتِنَا فِي
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى
اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ
للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Marwan Hadidi, M.PdI

Telegram: wawasan_muslim

Blog: http://wawasankeislaman.blogspot.com


, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top