Anak Muda dan Salaf

Karena Santri Pantang Berhenti

Karena Santri Pantang Berhenti

Menjadi santri adalah rejeki. Sebuah kedudukan mulia yang menawarkan derajat tinggi. Di dunia maupun di akhirat nanti.

Namun, yang dimaksud adalah santri yang benar-benar santri. Bukan santri gadungan, bukan santri lepasan, bukan santri yang badannya di pesantren, jiwanya melayang entah ke mana.

Jadilah santri yang tidak setengah hati. Jadilah santri yang pantang berhenti!

Kenapa pantang berhenti?

Sebab, kehidupan ke depan di dunia ibarat lautan luas. Mampu berenang saja tidak cukup. Mengarunginya harus menggunakan kapal. Nah, ilmu agama adalah kapalnya.

Kehidupan dunia bagaikan hutan liar. Banyak bahayanya. Jangankan malam, siang saja tidak ada cahaya. Saking lebatnya. Ilmu akan membawamu ke jalur yang benar. Tidak tersesat jalan, apalagi masuk jurang.

Kehidupan dunia dimisalkan dengan malam yang pekat gelap gulita. Ilmu menjadi cahaya yang menuntunmu.

Lebih baik bersusahpayah sekarang, daripada engkau menyesal di kemudian.

Al Ashma’i (Thabaqat Syafi’iyyin 1/149) berkata, ” Siapa yang tak mampu bertahan sesaat untuk susahnya belajar, pasti selamanya dalam penyesalan karena kebodohan”

Ke depan, persoalan kehidupan semakin berat, terus bertambah, dan komplek sifatnya. Urusan keluarga, pendidikan anak, hidup bermasyarakat, pekerjaan, kesehatan, dan tentunya terkait hukum-hukum ibadah.

Sudah banyak yang menyesal, maka jangan berada di barisan orang yang menyesal!

Kenapa santri pantang berhenti?

Sebab, ilmu yang dicari tidak ada habisnya. Walau bagaimana mempelajari, tetap saja ilmu yang didapatkan hanyalah sedikit. 

Jika sepanjang hidup dicari, ilmu tidak akan habis, lalu kenapa berhenti padahal baru beberapa tahun saja?

Seorang anggota suku Abs pernah menemani sahabat Salman Al Farisi (wafat tahun 33 H) dalam satu perjalanan.

Di tepi sungai Dijlah (Tigris. Panjangnya 1.900 km), orang itu minum airnya yang masih jernih dan bening.

” Ayo, minum lagi!”, kata Salman.

Jawabnya, ” Saya sudah kenyang “.

Salman bertanya, ” Menurutmu, apa yang engkau minum tadi apakah akan mengurangi aliran sungai Dijlah? “. ” Tentu tidak!”, jawabnya.

” Seperti itulah ilmu. Tidak akan ada habisnya. Maka, tuntutlah ilmu yang bermanfaat untukmu! “, kata Salman. ( Az Zuhud, Ibnul Mubarok, 771)

Santri, pantanglah berhenti! Sampai kapan?

Teruslah berjuang sampai engkau pada titik yang disebutkan sahabat Ibnu Umar, 

” Seseorang itu belumlah dikatakan berilmu, sampai pada titik dimana ia : tidak lagi ada hasad kepada yang di atasnya, tidak lagi memandang rendah yang di bawahnya, dan tidak mau menukar ilmunya dengan materi” ( Tahdzibul Hilyah 1/218).

Santri, janganlah berhenti! Kenapa?

Karena, posisimu diinginkan oleh orang-orang yang mulia, dan oleh orang-orang yang telah meraih berbagai kesenangan dunia. Sebab, pada akhirnya tidak ada yang lebih indah dari menjadi seorang santri.

Ali bin Al Husain bin Ali bin Abi Thalib (wafat 100 H), cicit Rasulullah ﷺ. Orang yang mulia secara nasab, ketakwaan, bahkan keilmuan. 

Beliau menghadiri majlis ilmu yang diampu oleh Zaid bin Aslam. Seorang keturunan budak yang telah dimerdekakan.

” Semoga Allah mengampuni Anda. Anda adalah tuan yang terhormat dan yang paling afdhal di antara manusia. Kenapa Anda berangkat dan duduk di majlis seorang mantan budak?”, tanya seseorang.

Beliau menjawab, ” Sungguh, ilmu haruslah dicari dimanapun ia berada ” ( Tahdzibul Hilyah 1/486)

Para khalifah pun iri kepada kaum santri!

Khalifah Al Manshur ditanya, ” Kesenangan apa yang belum pernah Anda rasakan? “

Jawabnya, ” Sisa satu. Aku duduk di atas kursi dan di sekitarku para penuntut ilmu hadis. Lalu petugas memintaku, ” Hadis apa yang akan Anda sampaikan “

Khalifah Harun Al Rasyid pernah bertanya kepada Yahya bin Aktsam, ” Kedudukan apa yang paling mulia?”. Dijawab, ” Kedudukan Anda, wahai Amirul Mukminin “.

Al Rasyid berkata, ” Apakah engkau tidak mengetahui ada kedudukan yang jauh lebih mulia daripada kedudukanku? “. Kata Yahya, ” Saya tidak tahu”.

” Sungguh, saya tahu ada yang lebih mulia daripada saya. Yaitu seseorang di majlis ilmu menyampaikan: haddtsana fulan, ‘an fulan, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda”, terang Al Rasyid.

Kata Yahya, ” Apakah orang itu lebih mulia? Bukankah Anda adalah sepupu Rasulullah ﷺ dan  pemangku kepercayaan kaum muslimin?”

” Benar! Celaka kamu. Orang itu jelas lebih baik dari saya. Sebab, namanya selalu bergandengan dengan nama Rasulullah ﷺ. Tidak akan mati selamanya. Sementara kita akan mati dan hancur. Para ulama sepanjang masa akan tetap hidup “, kata Harun Al Rasyid.

Subhanallah!

Apa yang kurang dari seorang khalifah? Harta ia punya, tahta ada padanya, keluarga banyak jumlahnya, dan semua kesenangan dunia bisa didapatkannya.

Namun tetap saja, pada akhirnya tidak ada yang lebih indah dari menjadi seorang santri. Maka, pantanglah berhenti, wahai Santri. Baarakallahu fiikum 

02 Mei 2024

http://t.me/anakmudadansalaf


, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top