Uncategorized

JANGAN BERFATWA TANPA ILMU


JANGAN BERFATWA TANPA ILMU
Oleh : Azwir B. Chaniago
Ada seorang penuntut ilmu mengatakan bahwa dia sering ditanya
dalam berbagai perkara tentang ibadah atau yang lainnya. Saya tahu jawabannya
karena saya pernah mendengar dari orang orang berilmu. Cuma saja saya kesulitan
untuk menemukan dalilnya yang shahih dan kesulitan dalam mentarjihnya. Penuntut
ilmu ini bertanya apa saran Syaikh untuk hal ini.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, bekas Mufti Kerajaan
Saudi Arabia (wafat tahun 1999 M) memberikan jawaban sebagai berikut :
Pertama : Jangan memberi fatwa kecuali berdasarkan ilmu. Alihkan mereka (untuk
mendapat jawaban)  kepada selain anda
yaitu kepada yang anda perkirakan lebih baik dari anda dan mengetahui al haq.
Jika tidak maka katakanlah : Beri saya waktu untuk mengkaji
dalil dalilnya dan menganalisa masalahnya. Setelah anda merasa mantap dengan
kebenaran dalil dalilnya, barulah anda beri mereka fatwa yang anda pandang
benar (berdasar dalil yang ada).   
  
Kedua : Saya juga sarankan kepada para pengajar sehubungan dengan pertanyaan
ini dan yang lainnya. Hendaknya para pengajar peduli dengan membimbing para
mahasiswa dalam masalah yang besar ini. Mengarahkan
mahasiswa untuk jeli dalam berbagai perkara dan tidak terburu buru memberi
fatwa serta tidak memastikan suatu perkara kecuali dengan ilmu.

Hendaknya para
pengajar menjadi teladan bagi mereka dalam sikap tawaqquf (diam, tidak
berkomentar) dalam masalah yang sulit dan janji untuk mengkajinya dalam satu
atau dua hari atau pada waktu pelajaran berikutnya. Dengan begitu para
mahasiswa terbiasa dari ustadznya dengan sikap tidak tergesa gesa memberi fatwa
dan menetapkan hukum, kecuali setelah memastikan dan menganalisa dalilnya serta
merasa mantap bahwa yang benar adalah yang diucapkan ustadznya. 

 

Tidak ada salahnya untuk menangguhkan pada waktu lain
sehingga punya kesempatan untuk mengkaji dalilnya dan menganalisa ucapan ucapan
para ahlul ilmi dalam masalah yang bersangkutan.   
Ketiga : Imam Malik bin Anas, beliau hanya memberi fatwa tentang sedikit permasalahan
dan menolak banyak pertanyaan. Beliau mengatakan : Saya tidak tahu.
Demikian juga para ulama yang lainnya.
Keempat : Diantara etika seorang penuntut ilmu adalah tidak tergesa gesa
(memberikan jawaban). Dan hendaknya mengatakan : Saya tidak tahu tentang
masalah yang memang tidak diketahuinya. 
Kelima : Sementara itu para pengajar, mereka mempunyai kewajiban yang besar
yaitu menjadi teladan yang baik bagi para muridnya baik dalam segi akhlak
maupun perbuatan. Diantara akhlak yang mulia adalah membiasakan murid
mengatakan : Saya tidak tahu dan menagguhkan jawaban pertanyaan hingga memahami
dalilnya dan mengetahui hukumnya yang disertai kewaspadaan memberi fatwa tanpa
ilmu dan menggampangkannya. Wallahu A’lam.
Demikian jawaban dan nasehat Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah
bin Baz yang dimuat dalam majalah Al Buhuts al Islamiyah edisi nomor 47)
Jadi janganlah sembarang menjawab pertanyaan tentang agama
ini. Ketahuilah bahwa jika anda menjawab suatu pertanyaan tentang syariat maka
itu dianggap anda telah berfatwa. Memang saat ini terkadang kita melihat banyak
orang yang berani  memberikan
jawaban  semua pertanyaan yang diajukan
kepadanya. Hal ini tentu tidak sepenuhnya salah apabila dia memang benar benar
mengetahui al haq.  Jika tidak tahu lebih
baik dijawab saya tidak tahu demi menjaga diri untuk mengatakan sesuatu yang
tidak diketahuinya secara shahih.

Sungguh Allah Ta’ala
berfirman :    “Walaa taqfu maa laisa laka bihii ‘ilmun.
Innas sam’a wal bashara wal  fu-aada
kullu ulaa-ika kaana ‘anhu mas-uulaa.
Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu
yang tidak kami ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati nurani
, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya. (Q.S al Isra 36).

 

Syaikh as Sa’di berkata : Maksudnya janganlah kamu mengikuti
apa yang tidak kamu ketahui. Namun, telitilah setiap apa yang
hendak kamu katakan dan kerjakan. Janganlah
pernah sekali kali menyangka semua itu akan pergi tanpa memberi manfaat bagimu
dan (bahkan bisa juga) mencelakakanmu.
Sudah sepantasnya seorang hamba yang mengetahui bahwasanya
dia akan diminta pertanggung jawaban tentang segala yang telah dia katakan dan
kerjakan serta (cara) pemanfaatan anggota 
badan yang telah Allah Ta’ala ciptakan untuk beribadah kepada-Nya, untuk
mempersiapkan jawaban atas pertanyaan pertanyaan yang akan diajukan. (Lihat
Kitab Tafsir Kariimir Rahman, Syaikh Abdurrahman  bin Nashir as Sa’di).
Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua khususnya
kepada para juru dakwah tingkat pemula dan para penuntut ilmu syariat.
Wallahu A’lam. (299)

, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top