Islam Tidak Butuh dengan Ilmu Filsafat dan Ilmu Mantiq.
Berkali-kali Ustadz Magister Akidah Filsafat muda satu ini merendahkan wahabi dengan tulisannya, “Lihatlah cara berpikir orang wahabi secara umum. Tatap pola komentar mereka ketika berselancar di media sosial. Simak juga cara mereka ketika mengemukakan ketidak-setujuan atas suatu pendapat. Saya suka dibuat geli oleh kedangkalan mereka-mereka itu. Kenapa bisa begitu? Jelas, salah satu sebabnya, mereka tidak mau mendalami ilmu-ilmu rasional yang dapat mengekarkan nalar, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Sunni (baca: Asy’ariyyah) dan Syiah.”
Kita jawab, bahwa tidak pernah dalam sejarah Islam -sejak Nabi Adam sampai zaman Nabi Muhammad ﷺ- ada ilmu yang wajib dipelajari seperti Ilmu Filsafat dan Mantik. Tidaklah Nabi ﷺ dijadikan utusan oleh Allah, kecuali karena beliau tidak terkontaminasi oleh pemikiran filsafat Yunani, dan tidaklah Allah memilih negeri Arab sebagai tempat diturunkannya wahyu kepada Nabi-Nya, melainkan karena bersihnya mereka dari kotornya Filsafat. (Siroh Nabawiyah fi Dhouil Mashadir Ashilah, Hal.65)
Akal mereka bersih karena Allah azza wa jalla menciptakan manusia di atas fitrahnya, sudah mengenal Rabbnya dan akan kembali kepada-Nya, jika dibiarkan sesuai dengan fitrah, niscaya mereka akan mengikuti Rasul-Nya.
كلُّ مولودٍ يولَدُ على الفطرةِ فأبواه يُهوِّدانِه أو يُنصِّرانِه أو يُمجِّسانِه
“Setiap anak yang lahir, dilahirkan di atas fitrah (Islam) Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ilmu Filsafat dan Mantik pertama kali diperkenalkan dan diterjemahkan di kalangan kaum Muslimin dari bahasa Yunani ke bahasa Arab di zaman
Khalifah Abbasiyyah ke tujuh yaitu Al-Ma’mun pada rentang tahun 198-218 H.
Apakah kita perlu belajar Filsafat dan Ilmu Kalam?
Imam Muhammad Al-Amin Asy-Syinqity -rahimahullah- (penulis tafsir Adhwaul Bayan) mengatakan,
ولاشك أن المنطق لو لم يترجم إلى العربية ولم يتعلمه المسلمون لكان دينهم وعقيدتهم في غنى عنه ، كما استغنى عنه سلفهم الصالح.
“Tidak diragukan lagi seandainya Ilmu Mantik tidak diterjemahkan kedalam bahasa Arab dan tidak dipelajari oleh kaum muslimin, niscaya agama dan akidah mereka sudah mencukupinya dan tidak memerlukan Ilmu Mantik, sebagaimana salaf (pendahulu) mereka yang tidak membutuhkannya.” (Adabul Bahsi wal Munadzoroh, Hal. 6)
Kecerdasan para salaf telah dibuktikan dengan tulisan-tulisan yang mereka wariskan kepada kita, semua penulis hadist tersohor dari Imam Malik, Ahmad bin Hanbal, Al-Bukhori, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah, bahkan para Imam Ahli Fikih yang menjadi rujukan muslim Dunia seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Asy-Syafi’i tidak ada satupun dari mereka yang mempelajari Filsafat dan Ilmu Kalam. Apakah mereka orang yang berfikiran dangkal!?
Imam Malik -rahimahullah- mengakatan,
لو كان الكلام علما لتكلم فيه الصحابة والتابعون كما تكلموا في الاحكام والشرائع، ولكنه باطل يدل على باطل.
“Seandainya kalam (filsafat) adalah ilmu, niscaya para sahabat dan tabi’in akan membahas tentang itu sebagaimana mereka membahas permasalahan hukum-hukum dan syariat, tapi kalam (filsafat) adalah kebatilan yang menunjukkan kebatilan”. (Syarhu Sunnah karya Imam Al-Baghowi, 1/217)
Dalam kitab Dzammul Kalam karya Imam Al-Harawi (4/115) Imam Malik berkata,
من طلب الدين بالكلام تزندق
“Barangsiapa yang mempelajari agama dengan Ilmu Kalam, akan menjadi orang zindiq (atheis, munafiq)”.
Justru kedangkalan berfikir dan rusaknya akal sehat ada pada mereka yang jauh dari bimbingan Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya, seperti, Asy’ariyyah, Mu’tazilah dan Syiah Rafidhah yang banyak didapati kedangkalan berfikir, bahkan lebih dungu dari keledai tunggangannya.
Disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Minhajus sunnah Nabawiyyah (1/13) tentang kedunguan Syiah Rofidhoh disebabkan filsafat yang mereka pelajari, diantaranya;
1. Menjadikan domba betina putih sebagai sosok Aisyah -radhiyallahu anha- dan mencabut bulu-bulu domba itu satu persatu dengan keyakinan mereka sedang menyiksa Aisyah. Sungguh dungu!
2. Mereka menjadikan dua keledai sebagai sosok Abu Bakar dan Umar, kemudian menyiksa kedua keledai itu dengan keyakinan mereka sedang menyiksa Abu Bakar dan Umar. Sungguh sangat dangkal sekali fikiran dan kelakuan pujaan anda wahai Ustadz Nuruddin, Lc.,M.A.!!
Kita tutup dengan pernyataan dari Imam Ibnul Qoyyim -rahimahullah-,
وكلما كان الرجل عن الرسول أبعد كان عقله أقل وأفسد، فأكمل الناس عقولاً أتباع الرسل، وأفسدهم عقولاً المعرض عنهم، وعما جاءوا به، ولهذا كان أهل السنة والحديث أعقل الأمة وهم في الطوائف كالصحابة في الناس
“Semakin seseorang jauh dari Rasulullah ﷺ, maka semakin dangkal dan rusak akalnya. Maka orang yang paling sempurna akalnya adalah orang yang mengikuti jejak para Rasul, dan orang yang paling rusak akalnya adalah orang yang berpaling dari para Rasul dan berpaling dari apa yang dibawa oleh para Rasul, maka dari itu Ahli Sunnah dan Hadist adalah orang-orang yang paling rasional, dan kedudukan mereka dari kelompok-kelompok lainnya, seperti kedudukan para sahabat diantara manusia-manusia yang ada.” (Showaiq Mursalah, Hal. 864).
🖋 Ustadz Abu Sufyan Habib
Majalengka, 7 Rajab 1446H/7 Januari 2025
https://t.me/bukukustore/1484
, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.