Uncategorized

Bolehkah Merayakan Hari Ibu ? Buya Yahya Menjawab

                                                                          

KH. Yahya Zainul Ma’arif (Buya Yahya)

bersamaislam.comBaru-baru ini terdengar sebuah wacana yang sedang hangat. Tepatnya setiap tanggal 22 Desember, hampir semua orang mengenalnya dengan sebutan “Hari Ibu”. Biasanya, hari tersebut dirayakan oleh seorang anak sebagai bentuk penghormatan, kasih sayang, dan permintaan maaf kepada sang Ibu. Perayaan “Hari Ibu” ini dilakukan setahun sekali setiap tanggal 22 Desember. Lantas bagaimana pandangan Islam terhadap “Hari Ibu” ? Apakah boleh seorang muslim merayakannya ? Kita akan mendengarkan pandangan Buya Yahya, salah satu ulama terkenal di Indonesia. Buya Yahya menerima pertanyaan terkait “Hari Ibu” ketika beliau mengisi kajian.
Buya Yahya menjawab :
“Ada beberapa hal yang diambil dari luar Islam. Yang seolah-olah didalam Islam itu kok tidak ada. Berarti karena kebodohan kita tentang Islam. Ada istilah “emansipasi”, itu tidak berlaku dalam Islam. Emansipasi, sebelum bicara hari ibu. Emansipasi itu adanya di negeri kafir sana, yang martabat wanita begitu rendahnya. Sehingga karena rendah perlu diangkat namanya, perlu emansipasi. 
Makanya orang Islam jangan latah dengan istilah. Gak ada dalam Islam emansipasi, wanita sudah dimuliakan kok. Mulai menikah pun gak usah ribet-ribet, tinggal menerima nafakah, kemudian dimuliakan. Jadi ibu pun kata Rasulullah : “Siapakah orang yang perlu aku lakukan baik ya Rasulullah ? Siapa yang berhak untuk aku perlakukan baik ya Rasulullah. Jawab Rasulullah : ibumu. Siapa lagi ; ibumu. Siapa lagi ; ibumu, semuanya. 
Islam sudah memuliakan wanita tinggi, makanya gak perlu istilah “emansipasi”. Jangan latah, makanya bagaimana emansipasi dalam Islam. Gak perlu emansipasi dalam Islam. Wong wanita tidak pernah direndahkan dalam Islam. Kenapa harus emansipasi lagi ? Termasuk Islam, hari ibu, ibu sudah luar biasa. Dimuliakan dalam Islam, gak perlu hari Ibu setahun. Itu juga ada ceritanya. 
Hari Ibu itu dulu ada disebagian negara, itu tuntutan atau himbauan karena banyak orang-orang yang sudah lalai dengan urusan ibundanya. Ibundanya, jadi ibu itu tidak begitu banyak artinya, masukan panti jompo dan sebagainya. Bertemu dihari rayanya saja, itupun kadang hanya bunganya saja yang datang sambil mohon maaf “mohon maaf mam, tahun ini saya gak bisa dateng karena saya sibuk”. Padahal setahun sekali, mau ketemu cucunya juga susah. Maka boleh diadaken hari memerhatikan ibu. Hari itu harus berkasih sayang dengan ibu. Masak ngasih sayang ibu aja setahun sekali. 
Dari sanalah kisah itu ada, kisah emansipasi juga begitu diadopsi di negeri-negeri Islam. Islam hari ibu pun begitu. Cuman kalau kita mengangkat wanita dan mengangkat ibu dalam Islam sudah ada, gak harus pakai istilah (Buya Yahya bertanya kepada jama’ahnya) tanggal berapa tadi, tanggal berapa ? 22 Desember, gak harus, setiap hari setiap malam kita habis sholat mendo’akan ibunda kita. Bukan setahun sekali, dan setiap negara berbeda-beda kok katanya itu. Setiap negara berbeda-beda, hanya waktu mungkin. 
Di Indonesia itu hari ibu itu beda makna hari ibu, yang ada di Indonesia dengan yang ada ditempat lain. Kalau baca sejarah seperti ada sedikit perbedaan, tapi ada sedikit kesamaan juga. Sedikit perbedaannya misalnya waktu itu untuk memperdayakan peran wanita dan sebagainya. Atau untuk menghormati wanita, atau untuk menjadi hari agar kita mengingat wanita agar dihormati setiap masa. Bisa saja kalau semacam itu. Cuman pada dasarnya hari ibu tidak pernah ada dalam Islam yang sifatnya tahunan. Hari ibu dalam Islam setiap saat. Anda habis sholat harus “robbighfirlii waliwaalidayya” sebab ibumu mendoakan. Gak boleh ingat ibu setahun sekali. Maksutnya apa, Islam lebih dari itu semuanya. Jadi kalau anda mengikuti perayaan hari ibu, anda turun pangkat. Masak ibu setahun sekali, anda turun pangkat. 
Apakah gak boleh ? Wong menganggap ibunda kok tidak boleh, ya boleh. Boleh-boleh saja, cuman anda turun pangkat. Masak berbakti kepada ibunda urusan setahun sekali 22 Desember, atau tanggal berapa di negeri lain ? Jadi anda sudah punya yang lebih agung lagi. Ibundamu, setiap saat dalam do’amu, pengabdianmu, terus. Itu ada didalam Islam, lalu bagaimana itu semuanya ? Jika makna, isinya adalah untuk memuliakan ibunda, tidak bisa kita larang. Tidak bisa kita larang, untuk memuliakan ibunda. Apalagi disaat ibunda-ibunda sudah mulai ditelantarkan. Cuman cara Islam itu yang lebih dari itu semuanya. Melebihi kisah-kisah hari ibu, Islam memuliakan wanita, yang lahir dari seseorang.
Jika kita bicara kemuliaan wanita dalam Islam, dari terlahir, wanita akan bangga karena dia harus hidup dengan seorang ibu dan seorang ayah. Tapi kalau tanpa Islam bisa saja seorang anak lahir bapaknya dimana, 16 orang katanya, gak jelas bapaknya yang mana. Di Islam ada, dibawah pernikahan yang sah dan halal. Kemudian setelah itu apa, ada nabi berikan jaminan, karena ada seorang bapak diberi dua anak perempuan lalu dirawat dengan benar, akan dapat surga. Disanjung ngurusi anak perempuan, anak perempuan, disanjung yang ngurusi anak perempuan. Artinya apa, perempuan dimuliakan rasulullah bahwasanya “hei bapak-bapak yang punya anak perempuan ketahuilah perhatikan, kalau punya dua anak perempuan. Bahkan ada disebagian riwayat, satu pun kalau dirawat dengan benar.
Mengambil diluar Islam ya aneh, bukan setahun sekali. Artinya apa, kalau setahun sekali kita tidak mengatakan itu. 

, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top