
Islamedia – Ketika berbicara tentang investasi yang
menguntungkan, para pebisnis sering berasosiasi kepada emas, properti atau usaha.
Itu adalah cara “kiri”. Jarang sekali pebisnis berpikir investasi yang
prospektif dengan cara “kanan”.
Apa itu investasi cara kanan? Itulah bisnis
yang disebutkan di dalam al-Quran
atau al-Hadits, yang sangat profitable, dijamin marketable dan feasible
di dunia dan di akhirat. Beberapa contoh investasi cara kanan itu adalah zakat,
sedekah, menyembelih hewan qurban, haji dan umrah. Tulisan ini adalah testimoni
tentang investasi umrah, yaitu ibadah “haji kecil” ke Baitullah di Makkah al-Mukarramah.
Banyak cerita aneh seputar umrah. Ada yang bilang uangnya
sudah diganti sebelum berangkat, atau rezekinya serasa dicurahkan dari langit. Ada juga yang berpendapat
bahwa umrah itu bukan biaya, namun investasi. Dan bukan investasi akhirat
saja, namun juga investasi dunia. Pengalaman ketika menunaikan ibadah umrah
membuatku mempercayai hal itu.
Aku pegawai BUMN sejak tahun 1993.
Alhamdulillah, kami mempunyai usaha sampingan dengan hasil yang lumayan. Tahun
2008 kami punya uang enam puluhan juta rupiah. Ada tiga keinginan untuk menggunakannya.
Yang pertama, merenovasi rumah. Kami punya rumah di Yogyakarta yang terkena gempa tahun 2006. Sudah lebih dari
dua tahun kami biarkan karena belum punya dana yang cukup.
Kedua, untuk uang muka membeli mobil baru. Kami sudah
beberapa kali mempunyai mobil, namun tidak pernah baru. Selalu second hand, bahkan third hand, fourth hand atau entah hand
ke berapa. Terakhir, tahun 2007, kami menjual mobil kami, dan
berjanji untuk tidak membeli mobil lagi kecuali mobil baru.
Dan yang
ketiga, umrah dengan istri. Ketika menunaikan ibadah haji tahun
2007, aku sendirian, karena uangnya hanya cukup untukku. Kalau saja uangku
banyak, pasti aku mengajak anak, istri dan keluarga. Aku iri melihat kemesraan
suami istri jamaah haji yang bisa berangkat bersama. Aku berdoa di depan ka’bah agar bisa ziarah setiap tahun
bersama istri.
Istriku memilih merenovasi rumah atau
membeli mobil baru, namun aku memilih umrah. Aku merasa doaku agar bisa ziarah
bersama istri sudah diijabahi. Meskipun istriku ikut bekerja mengelola
usaha dan menjadi menteri keuangan dalam kabinet rumah tangga, namun
kepala negara dan kepala pemerintahannya tetap aku. Maka dia makmum saja, dan kami berangkat umrah
berdua.
Kami berdoa di depan ka’bah memohon kebaikan di dunia dan di
akhirat. Sungguh, Allah itu al-Ghani
dan al-Mughni, Mahakaya dan
Maha Mencukupi. Sulit dipercaya. Tidak berapa lama, usai umrah, kami bisa
merehab rumah dan membeli mobil baru.
Alhamdulillaah. Ada
saja rezeki yang datang, dengan berbagai cara, yang kalau saja kami tidak
mengalami sendiri sendiri, mungkin kami juga tidak percaya.
Tahun 2011 kejadian serupa berulang lagi.
Kami punya uang seratusan juta rupiah. Ada
tiga keinginan untuk membelanjakannya.
Yang pertama, membayar hutang. Ada usaha trading
kami yang macet, sehingga aku harus menyelesaikan tanggung jawab
sebesar enam ratusan juta rupiah. Kalau uang itu kami bayarkan, kami jadi tidak
punya uang lagi. Dan hutang kami juga masih belum bisa lunas.
Kedua, membangun rumah di Ngawi, Jawa Timur. Sejak tahun
2003, ketika bertugas di Ngawi, kami membuka usaha. Dua tahun kemudian
saya pindah tugas ke Bogor, dan mengontrak rumah di Ngawi agar usaha tetap
berlanjut. Dengan berjalannya waktu, kami bisa membeli sebidang tanah di dekat
rumah kontrakan, dan membuat gudang sederhana. Istriku ingin punya rumah di
Ngawi, karena rumah kami yang di Yogyakarta sudah “hilang” lantaran kalah
Pemilukada di kampung halaman kami, Rembang Jawa Tengah, tahun 2010.
Dan,
anak-anak kami menyebar di UGM Yogyakarta, IPB Bogor dan Pondok Modern Gontor
Putri Ngawi. Membangun rumah untuk usaha, dengan anak tiga, pembantu, karyawan
dan ibunda mertua, dengan uang hanya cepek,
sungguh hal yang amat tidak sederhana.
Dan, keinginan yang ketiga, umrah lagi. Kami sepakat bulat, memilih opsi
ketiga, ziarah ke baitullah.
Kami berangkat bersama anak sulung kami.
Sebenarnya kami juga mengajak ibunda,
namun beliau tidak bersedia. Salah satunya karena tahu jalan cerita
sesungguhnya. Istriku terlalu berterung terang, bahwa karena uang kami tidak
cukup untuk melunasi hutang atau membangun rumah, maka sekalian saja kami pakai
umrah.
Kami berdoa di depan ka’bah memohon kebaikan di dunia dan di
akhirat. Sungguh, Allah itu al-Ghani
dan al-Mughni, Mahakaya dan
Maha Mencukupi. Sulit dipercaya. Tidak berapa lama, usai umrah, kami bisa
melunasi hutang dan membangun rumah.
Alhamdulillaah. Ada
saja rezeki yang datang, dengan berbagai cara, yang kalau saja kami tidak
mengalami sendiri sendiri, mungkin kami juga tidak percaya.
Sejak itu kami kian yakin, umrah itu bukan
biaya, namun investasi. Bukan investasi akhirat saja, namun juga investasi
dunia. Kalau ada orang yang tidak percaya, itu urusannya. Kami juga tidak
pernah memusingkan pendapat orang bahwa daripada uang dipakai umrah
berkali-kali, lebih baik disedekahkan kepada fakir miskin. Bisa lebih
bermanfaat. Kami hanya berdoa usai Thawaf
Wada’, selain mohon agar bisa ziarah tiap tahun dengan penuh iman dan
takwa, kami juga mohon agar jika kami umrah, kami juga bisa mengumrahkan
saudara, keluarga atau orang lain.
Dan, kami juga berdoa agar bisa
bersedekah senilai investasi umrah. Sekali lagi investasi umrah, bukan biaya
umrah. Dan bukan umrah saja yang merupakan investasi akhirat dan dunia, namun
juga zakat, sedekah, qurban, haji, dan lain-lain membelanjakan harta di jalan
Allah. Allah itu Mahakaya, Maha Mencukupi, Maha Memberi Rezeki, dan Maha
Mengabulkan Doa.***
Yahya Amin
Ngawi, Jatim
[Lomba #AYTKTM]

, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.