al-Bayhaqi

al-Jami’ Li Syu’ab al-Iman dan Mukhtasharnya

Ketika saya mula membaca buku
terjemahan kitab Mukhtashar Syu’ab al-Iman (
مختصر شعب الإيمان )
iaitu terjemahan karya
Imam
al-Qazwaini al-Syafi’i yang diterbitkan oleh Pustaka Azzam dari Indonesia
dengan judul Ringkasan Syu’abul Iman, saya berazam untuk memaparkan
pengenalan ringkas kitab ini dalam blog karya ulama ini. Ketika saya mencari
maklumat kitab ini di alam cyber, saya dapati ada satu artikel yang membicarakan mengenai kitab
Mukhtashar Syu’ab al-Iman dan
kitab induknya iaitu Kitab al-Jami’ Li Syu’ab al-Iman
karya al-Imam al-Bayhaqi. Kita ikuti artikel tersebut yang saya ambil dari
pautan di bawah tanpa sebarang perubahan teksnya.
http://adabuna.blogspot.com/2012/05/77-karakter-manusia-unggul-dalam-kitab.html 

Bismillahirrahmanirrahim.

Diantara khazanah klasik yang sangat
menarik adalah karya-karya yang memaparkan karakter manusia-manusia unggul.
Tentu saja, yang dimaksud disini adalah unggul menurut ukuran dan kriteria
Islam, bukan peradaban industri yang berpijak pada materialisme semata. Salah
satu karya paling komprehensif di bidang ini adalah al-Jami’ li Syu’abi al-Iman, karya al-Hafizh Abu Bakr Ahmad
bin al-Husain bin ‘Ali bin Musa al-Khasrujardi al-Baihaqi (lh. 384 H, w. 458
H), atau kita biasa menyebutnya Imam al-Baihaqi saja. Karya ini merupakan salah
satu kutub al-mutun atau literatur induk di bidang hadits, karena isi
kandungannya yang sangat luar biasa dan seringkali memiliki jalur-jalur
periwayatan tersendiri yang berbeda dengan karya lain. Dalam Ilmu Hadits,
perbedaan jalur ini sangat penting, karena bisa dipergunakan untuk memeriksa
otentisitas riwayat melalui metode perbandingan.

Judul kitab ini berarti “Kumpulan
Cabang-cabang Iman”,
yang didasarkan pada hadits riwayat Bukhari-Muslim yang
menyatakan bahwa iman memiliki cabang lebih dari 60, atau lebih dari 70. Imam
al-Baihaqi, berbekal penguasaan beliau terhadap tafsir, hadits, atsar,
dan ilmu-ilmu lainnya, kemudian menelusuri cabang-cabang-cabang tersebut dan
mengumpulkannya dalam sebuah karya besar. Dari penelusuran tersebut, beliau
menemukan 77 cabang, yang seluruhnya didukung oleh ayat-ayat Al-Qur’an, hadits,
dan atsar. Ketika menyadari kehebatan karya ini, Ustadz Muhaimin Iqbal,
pemimpin Gerai Dinar, pernah menyebutnnya sebagai “77 Habits : More
Then Just Highly Effective People…”
(77 Kebiasaan: Lebih dari Sekedar
Orang-orang yang Sangat Efektif). Beliau merujuk pada buku-buku Steven R. Covey
yang berjudul The Seven Habits of Highly Effective People, dan kemudian
dilengkapi oleh The 8th Habits.
Hanya saja, bagi pembaca modern –
apalagi kaum awam – karya
Imam al-Baihaqi ini memiliki “kekurangan”, yakni
ukurannya yang sangat tebal dan metode penyitiran sanad-nya yang sangat
detil. Sebagai gambaran, salah satu edisi modern kitab ini diterbitkan pada
tahun 2003 oleh Maktabah Ar-Rusyd, Riyadh, dalam 14 juz (termasuk indeks),
dengan ketebalan total diatas 7.820 halaman. Menurut penghitungan para
editornya, kitab ini memuat tidak kurang dari 10.752 riwayat, dari berbagai
jenis dan tingkatan. Selain itu, betapa sering beliau menyitir tiga atau empat
baris rangkaian isnad, padahal riwayat yang dinukil hanya beberapa kata
saja, atau sama dengan riwayat sebelumnya. Tentu saja, nilai-nilai agung dalam
karya ini seperti berada diatas menara gading, indah namun tidak membumi.
Bahkan, hampir bisa dipastikan, sangat sedikit diantara kita yang memiliki copy
naskahnya, apalagi yang telah tuntas menelaahnya. 

Kenyataan ini disadari sepenuhnya
oleh al-Qadhi Abul Ma’ali‘Umar bin Sa’duddin Abul Qasim ‘Abdurrahman bin Abu
Haf
sh ‘Umar bin Ahmad bin Muhammad
al-Qazwini asy-Syafi’i (lh. 653 H, w. 699 H). Maka, beliau pun memburu
keberadaan naskah asli kitab tersebut, mengambil bacaannya dari dua jalur, lalu
membawanya ke Damaskus. Setelah tuntas mengkaji kitab yang – pada masa itu –
dicatat dalam 6 jilid besar, beliau bertekad meringkasnya, sebab: “…saya
mendapati (cabang-cang iman)
itu
terpencar-pencar pada seluruh kitab. Beliau tidak mengumpulkannya terlebih
dahulu pada kata pengantar dan tidak pula pada jilid pertama. Beliau langsung
berfokus untuk merinci penjelasan cabang-cabang iman itu, namun beliau
memencarnya di seluruh kitab. Maka, didorong oleh kebutuhan, saya pun
mengumpulkannya dan meringkasnya sebagai pokok-pokok persoalan. Saya
mencukupkan diri dengan menyitir satu ayat dari Kitabullah, atau satu hadits
yang paling shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam beberapa
cabang iman, terkadang saya menambahkan satu atau beberapa ayat; atau satu
hadits; atau beberapa kalimat; satu atau beberapa kisah; satu atau beberapa
bait syair; yang tidak disebutkan oleh Imam al-Baihaqi. Saya telah membaginya
menjadi 77 bab.”
 

Kitab terakhir ini diberi judul Mukhtashar Syu’abul Iman, dan menjadi intisari luar
biasa dari karya lain yang juga luar biasa. Bayangkan, kitab setebal lebih dari
7.820 halaman berhasil diringkas menjadi 176 halaman saja (sudah termasuk
pengantar, indeks, apendiks, dan daftar isi). Menurut hemat kami, peringkasan
ini samasekali tidak menghilangkan tujuan utama penyusunannya! Salah satu edisi
modern dari karya ini diterbitkan oleh Dar Ibnu Katsir, Damaskus-Beirut, tahun
1985, yang diedit dan di-takhrij oleh Syaikh ‘Abdul Qadir al-Arna’uth.
Tentu saja, kitab Mukhtashar ini tidak lagi memuat
deretan-deretan sanad yang panjang, namun cukup disitir nama Sahabat dan
sumber aslinya dari kitab induk hadits tertentu. Syaikh al-Arna’uth kemudian
merujukkan lokasi dari sumber-sumber asli tersebut, dan menyebutkan status sanad-nya,
sehingga nilai ilmiahnya semakin tinggi tanpa harus bertele-tele mengikuti
analisis para Ahli Hadits. Tentu saja, kitab ini sangat cocok bagi kita kaum
awam yang terkadang “merasa tidak punya cukup waktu” untuk meng-upgrade
keimanan kita dengan menambah ilmu dari sumber-sumber terpercaya.
Menurut hemat kami, daripada membaca ulasan karakter
manusia unggul yang bersumber dari penulis-penulis Barat, seribu kali jauh
lebih baik kita menelaah karya ini. Ada banyak faidah sekaligus, seperti
mendekatkan dengan Kitabullah, karena di dalamnya banyak disitir ayat-ayat
Al-Qur’an; kemudian mendengarkan wejangan Rasulullah melalui hadits-hadits
beliau. Membaca ayat dan menelaah hadits jelas bernilai ibadah dan mengandung
dzikir, sesuatu yang tidak akan kita dapatkan dari karya-karya berbasis
psikologi materialis-sekuler yang seringkali anti-tuhan, menolak metafisika,
dan tidak sedikit pun berbicara tentang akhirat. Karya ini juga disertai syair,
kisah dan kalimat hikmah dari para ulama’ yang mengabdikan hidupnya untuk
Allah, bukan manusia-manusia yang menyembah dunia dan menjadi budak materi. 

Mengapa kami menilai karya ini sangat bagus untuk
ditelaah? Sebab, selain ukurannya yang ringkas, maka seperti dinyatakan
al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuiddin, bahwa diantara metode terbaik untuk
menguatkan iman adalah membaca Al-Qur’an dan tafsirnya, mendengar hadits dan
maknanya, menunaikan tugas-tugas ibadah, dan bergaul atau mengenal kisah
orang-orang shalih. Kisah dan kata-kata orang yang tidak beriman kepada Allah,
apalagi yang memusuhi-Nya, tentu tidak akan steril dari keyakinan mereka.
Bukankah keyakinan yang melatari setiap hati pasti terefleksikan melalui
kata-kata dan tindakan pemiliknya? Nah, kitab ini telah memuat tiga
diantaranya: ayat, hadits, dan kisah.
Sebelum menutup ulasan ringkas ini, kami pikir ada baiknya
jika 77 cabang iman tersebut disitir sekarang, sebagai gambaran ringkas. Siapa
tahu, sebagian besar sudah kita laksanakan, sehingga kita semakin termotivasi
untuk menggenapkan cabang-cabang lainnya, dan kemudian diberkahi menjadi
manusia yang berkarakter unggul, dengan izin Allah.

1. Beriman kepada Allah ta’ala.
2. Beriman kepada para Rasul
Allah ‘alaihim as-salaam.

3. Beriman kepada para malaikat
Allah.

4. Beriman
kepada Al-Qur’an dan semua kitab yang terdahulu.

5. Beriman kepada qadar
(ketentuan) dari Allah, yang baik maupun yang buruk.

6. Beriman kepada hari akhir.
7. Beriman kepada kebangkitan
setelah kematian.

8. Beriman bahwa manusia akan
dikumpulkan (di mahsyar) setelah mereka dibangkitkan, sampai mereka dipanggil
satu per satu menghadap Allah.

9. Beriman bahwa tempat tinggal
kaum beriman di akhirat adalah surga, sementara tempat tinggal kaum kafir
adalah neraka.

10. Beriman kepada wajibnya mahabbah
(mencintai) Allah ta’ala.

11. Beriman kepada wajibnya khauf
(merasa takut) kepada Allah ta’ala.

12. Beriman kepada wajibnya raja’
(berharap) kepada Allah ta’ala.

13. Beriman kepada wajibnya tawakkal
(bersandar) kepada Allah ta’ala.

14. Beriman kepada wajibnya
mencintai Nabi shalla-llahu ‘alaihi wa aalihi wasallam
.
15. Beriman kepada wajibnya
mengagungkan, menghormati dan memuliakan Nabi shalla-llahu ‘alaihi wa aalihi
wasallam.

16. Tidak rela melepas agamanya,
sampai tingkatan lebih suka dilemparkan ke dalam api daripada menjadi kafir.

17. Mencari ilmu.
18. Menyebarkan ilmu.
19. Mengagungkan Al-Qur’an, yakni
dengan mempelajari, mengajarkan, memelihara batas-batas serta hukum yang
ditetapkannya, memahami halal-haramnya, menghormati ahli Al-Qur’an dan para hafizh-nya,
menangis tatkala mendengar janji dan ancaman Allah di dalamnya.

20. Bersuci.
21. Shalat lima waktu.
22. Zakat.
23. Puasa.
24. I’tikaf.
25. Hajji.
26. Jihad.
27. Berjaga di medan perang (ribath)
di jalan Allah ta’ala.

28. Teguh menghadapi musuh dan
tidak melarikan diri (desersi) dari medan perang.

29. Bagi yang mendapat ghanimah,
menyerahkan seperlima darinya untuk imam dan para
pejabat yang ditunjuk untuk mengumpulkannya.
30. Memerdekakan budak semata-mata
mengharap wajah Allah ta’ala.

31. Menunaikan kaffarat
yang wajib bagi yang melanggar hukum jinayat.

32. Memenuhi janji.
33. Menghitung-hitung nikmat Allah dan mensyukurinya.
34. Menjaga lisan dari hal-hal
yang tidak ada perlunya.

35. Menjaga amanat dan
menunaikannya kepada yang berhak.

36. Mengharamkan pembunuhan dan
tindakan jinayat kepada siapapun.

37. Mengharamkan kemaluan dari hal
terlarang dan berusaha mejaga kehormatan diri.

38. Menahan tangan dari harta
(yang bukan haknya).

39. Wajib bersikap wara’
dalam hal makanan, minuman, dan menjauhi hal-hal yang tidak dihalalkan.

40. Tidak mengenakan pakaian atau
menggunakan wadah-wadah yang haram atau makruh.

41. Mengharamkan permainan dan
kegiatan selingan yang bertentangan dengan syari’at.

42. Berhemat dalam membelanjakan
harta dan mengharamkan makan harta secara batil.

43. Meninggalkan dendam dan iri
dengki.

44. Mengharamkan merusak
kehormatan orang lain dan tidak menodainya dengan cara apapun.

45. Mengikhlaskan amal semata-mata
untuk Allah dan tidak riya’.

46. Merasa gembira terhadap
kebaikan dan sedih terhadap keburukan.

47. Mengobati setiap dosa dengan
bertaubat.

48. Berkurban, termasuh kurban
dalam rangkaian ibadah haji, sembelihan kurban di luar ibadah haji, dan akikah.

49. Menaati perintah.
50. Berpegang teguh terhadap apa
yang dipegangi oleh jamaah kaum muslimin.

51. Menetapkan hukum diantara
manusia secara adil.

52. Amar ma’ruf nahi munkar.
53. Saling menolong dalam kebajikan
dan taqwa.

54. Malu.
55. Berbakti kepada kedua orang
tua.

56. Menyambung tali persaudaraan
(silaturrahim).

57. Berakhlaq yang baik.
58. Berbuat ihsan kepada
budak, termasuk pembantu.

59. Hak seorang majikan atas
budaknya.

60. Hak anak dan keluarga.
61. Bergaul akrab dengan orang
yang taat beragama, mencintai mereka, menebarkan salam kepada mereka, berjabat
tangan dengan mereka, dan beragam tindakan lain yang dapat mempererat jalinan
cinta kasih dengan mereka.

62. Menjawab salam.
63. Menjenguk orang sakit.
64. Menyalati jenazah sesama
muslim.

65. Mendoakan orang yang bersin.
66. Menjauhi orang-orang kafir dan
orang-orang yang suka menebar kerusakan, serta bersikap keras kepada mereka.

67. Memuliakan tetangga.
68. Memuliakan tamu.
69. Menutupi kesalahan orang-orang
yang berdosa.

70. Bersabar menghadapi musibah
dan segala yang menarik bagi jiwa, yakni kelezatan dan syahwat.

71. Zuhud dan pendek angan-angan.
72. Cemburu dan tidak mengizikan
pergaulan bebas.

73. Berpaling dari hal yang
main-main.

74. Murah hati dan dermawan.
75. Menyayangi yang lebih kecil
dan menghormati yang lebih tua.

76. Mendamaikan dua orang yang
bersengketa.

77. Mengharap agar saudaranya sesama
muslim memperoleh sesuatu yang dia pun sangat mengharapkannya untuk dirinya
sendiri, juga membenci jika saudaranya mendapat sesuatu yang ia sangat
membencinya jika menimpa dirinya sendiri.

Inilah 77 cabang iman yang dipaparkan dalam kitab Mukhtashar
Syu’abul Iman.
Semoga Allah membimbing kita untuk mengamalkannya. Amin.
Wallahu a’lam.

Catatan: Bagi Anda yang berminat untuk mendapatkan edisi digital
dari dua kitab tersebut, juga satu kitab lain yang sejenis, silakan kunjungi
tautan berikut ini: 

Al-Jami’Li
Syu’abil Iman
, link: http://waqfeya.com/book.php?bid=565 
Mukhtashar
Syu’abil Iman
, link: http://archive.org/details/books-5_ahlalhdeeth 
Al-Minhaj
Fi Syu’abil Iman
, link: http://waqfeya.com/book.php?bid=4851


, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top