Uncategorized

HUKUM ASAL SHALAT ADALAH DENGAN BERDIRI

 

HUKUM ASAL SHALAT ADALAH DENGAN BERDIRI

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh, dalam syariat Islam, shalat adalah
rukun kedua setelah syahadatain. Haram hukumnya melalaikan dan mengabaikan shalat.  Ketahuilah bahwa shalat adalah amal yang
pertama kali akan dihisab di akhirat kelak. Rasulullah Salallahu ‘alaihi
Wasallam bersabda :

 قاَلَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
: إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ
مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ
فَسَدَتْ ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ ،
قَالَ الرَّبُ – عَزَّ وَجَلَّ – : اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ،
فَيُكَمَّلُ مِنْهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ تَكُونُ سَائِرُ
أعْمَالِهِ عَلَى هَذَا
.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya
amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah
shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil.
Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi.

Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah ‘Azza wa
Jalla  berfirman : Lihatlah apakah
hamba-Ku memiliki shalat sunnah. Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari
shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya. (H.R at Tirmidzi
dan an Nasa’i,  dishahihlan oleh al
Hafizh Abu Thahir).

Ketahuilah bahwa hukum asal dalam MELAKSANAKAN
SHALAT ADALAH DENGAN BERDIRI. Allah Ta’ala berfirman :

حَٰفِظُوا۟ عَلَى ٱلصَّلَوَٰتِ وَٱلصَّلَوٰةِ
ٱلْوُسْطَىٰ وَقُومُوا۟ لِلَّهِ قَٰنِتِينَ




Peliharalah semua
shalat dan shalat wustha. Dan laksanakanlah (shalat) karena Allah dengan
BERDIRI KHUSYU’ (Q.S al Baqarah 238).

Begitu pentingnya
shalat dengan berdiri maka shalat di atas kapal pun diperintahkan Rasulullah
Salallahu ‘alaihi Wasallam dengan berdiri kecuali jika  ada yang dikhawatirkan. Beliau bersabda :

فِيْهَا قَاءِيمَا ، إِلّا أَنْ تَخَافَ
الْغَرَقَ
صَلِّ

Shalatlah di kapal dengan berdiri, kecuali
kamu takut tenggelam. (H.R al Bazaar, Daruquthni dan Abdul Ghani al
Maqdisi).   

 

Selain itu, ketika
ada udzur atau bahaya seperti dalam perang boleh shalat sambil berjalan atau
berkendaraan juga disebutkan dalam firman Allah Ta’ala :

فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا ۖ فَإِذَا أَمِنْتُمْ
فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

Jika kamu
dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan.
Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana
Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Q.S al
Baqarah 239).

Selain itu
pula, ketika ada udzur boleh shalat dengan posisi duduk  bahkan berbaring. Itu adalah : (1) Termasuk
salah satu kemudahan dalam menunaikan syariat Islam. (2) Sebagai isyarat
penting bahwa seorang hamba tak boleh meninggalkan shalat selagi ada akalnya
meskipun tak mampu  berdiri tersebab
sakit dan yang lainnya.  

Dalilnya
adalah dari Imran bin Hushain, seorang sahabat ketika sakit, dia berkata :

روى عمران ابن الحصين رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عليه وسلم قال ” صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا
فَإِنْ لم تستطع فعلي جنب

Imran bi Hushain meriwayatkan,
bahwa Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi Wasallam  bersabda : Shalatlah dengan berdiri, jika
tidak mampu shalatlah dengan duduk, jika tidak mampu shalatlah dengan
berbaring. (H.R Imam Bukhari)

Tetapi seutama
utama atau hukum asal  shalat adalah dengan
berdiri, karena ada udzur maka boleh sambil duduk atau berbaring. Imran
bin Hushain juga pernah bertanya kepada  Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam, lalu
beliau bersabda :

مَنْ صَلَّى قَائِمًا فَهُوَ أَفْضَلُ وَمَنْ صَلَّى قَاعِدًا فَلَهُ
نِصْفُ أَجْرِ الْقَائِمِ وَمَنْ صَلَّى نَائِمًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَاعِدِ

Siapa yang shalat berdiri maka
itulah yang paling utama, dan barang siapa yang shalat dengan duduk maka
baginya setengah dari pahala berdiri, dan barang siapa shalat dengan berbaring
maka baginya setengah dari pahala yang duduk. (H.R Imam Bukhari).

Imam al Khathabi
berkata : Yang dimaksud dalam hadits ini adalah orang sakit yang melaksanakan
SHALAT FARDHU, yaitu yang masih memungkinkan baginya untuk menahan sakitnya
sehingga dapat berdiri meskipun dengan susah payah.

Jadi,
dijadikannya pahala orang  yang duduk
separuh dari pahala orang yang berdiri hanya dorongan bagi dirinya untuk
melaksanakan shalat dengan berdiri meskipun dibolehkan melakukannya sambil
duduk. (Fathul Bari).

Insya Allah
ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (2.563)


, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top