
Keadaan Salaf di Dalam Ibadah 1
(Mukaddimah)
Berkata Syaikh Muhammad Bazmul hafizhahullahu, “Bismillahirrahmanirrahiim, alhamdulillahir rabbil ‘alamin wash shalatu wassalamu ‘ala rasulillahi imamil muttaqin..
Amma ba’du
Sesungguhnya membicarakan tentang keadaan salaf di dalam ibadah merupakan bahasan panjang yang memiliki pengaruh di dalam jiwa.
Sebaik-baik salaf bagi kita yang patut diikuti, dijadikan tolak ukur dam yang dijadikan teladan adalah rasul kita shallallahu alaihi wasallam.
Di dalam ibadahnya beliau terdapat percontohan bagi kita dan merupakan patokan jalan petunjuk dalam kita mengambil figur dan mengambil ilmu.
Oleh karenanya aku pun memandang untuk mengangkat tema dalam muhadharah ini seputar hadits-hadits yang datang dari Rasulullah tentang perkara ibadah dan juga beberapa keadaan para shahabatnya dalam beribadah serta mengenal karakteristik ibadah yang telah dijalani oleh Rasulullah.
Allah ta’ala berfirman, “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagi siapa yang mengharapkan Allah dan hari akhir serta yang banyak mengingat Allah.” (Al Ahzab: 21).
Akupun berharap semoga dengan hal ini, kita bisa tergugah untuk bisa meneladani dan berbuat amal nyata kepada suatu tujuan dimana Allah menciptakan kita, yakni hanya beribadah kepada-Nya, tanpa beribadah kepada yang lainnya. Allah ta’ala berfirman, “Tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka mengibadahi-Ku.” (Adz Dzariyat: 56).
Karakteristik ibadah yang Rasulullah jalani cukup banyak.
Dikumpulkan dalam kesempatan ini menjadi sepuluh sebagaimana yang akan aku sebutkan.
Insya Allah bersambung ke bagian 2
(Terjemah bebas dari Haalus Salaf ma’al Ibadah-Syaikh Muhammad Bazmul, hal 5-6, cet. Darul Mirats 2012).
➖➖➖
Keadaan Salaf di Dalam Ibadah 2
Rambu yang pertama
Beribadah dengan ilmu dan ittiba’ (ikut sunnah nabi), bukan dengan kebodohan dan kebid’ahan.
Termasuk ciri ibadah yang dijalani oleh Rasulullah dan juga yang dijalani oleh para salafush shalih dari kalangan shahabatnya dan para pengikutnya yang ihsan (jujur) sampai hari kiamat adalah beribadah dengan ilmu dan ittiba’, bukan dengan kebodohan dan kebid’ahan.
Ciri ini adalah termasuk ciri yang paling penting, dimana sudah semestinya bagi seorang muslim untuk memperhatikannya.
Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kita ketika shalat untuk berlindung dari orang-orang yang dimurkai.
Mereka adalah orang-orang yahudi.
Allah murka kepada mereka karena mereka telah mendurhakai Allah dalam keadaan mereka mempunyai ilmu.
Kita juga diperintahkan untuk berlindung dari orang-orang yang sesat.
Mereka adalah orang-orang nasrani.
Mereka sesat karena sebab kebodohan.
Oleh karenanya kita diajari oleh Allah untuk berlindung dari yahudi dan nasrani.
Kita membaca di dalam shalat, “Ihdinash shirathal mustaqim, shirathal ladzina an’amta ‘alaihim ghairul maghdhubi ‘alaihim waladh dhalin”. (Al Fathihah: 6-7).
Berkata Sufyan, “Dahulu dikatakan: Waspadalah kalian dari fitnahnya seorang abid (ahlu ibadah) yang bodoh dan fitnahnya seorang alim (orang berilmu) yang fajir. Karena keduanya akan menimpa pada setiap orang yang terfitnah.” (Al Jarh wat Ta’dil 1/91-92).
Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata, “Telah diketahui bahwasanya orang-orang yang telah mengenal al haq tapi tidak mengikutinya dan menentang, maka keadaan orang ini seperti orang yahudi.
Dan orang-orang yang beribadah kepada Allah tapi tanpa di dasari ilmu syar’i, maka dia sesat seperti orang-orang nasrani.
Ini juga sebagaimana perkataan yang diucapkan oleh sebagian salaf, “Orang yang rusak dari kalangan ulama itu layaknya orang yahudi.
Sedangkan orang yang rusak dari kalangan ahlu ibadah layaknya orang nasrani.
Maka wajib bagi seorang muslim untuk hati-hati dari menyerupai kedua perangai buruk seperti ini.
Yaitu dari suatu kaum yang sombong dan enggan dari ibadah dan penyembahan kepada Allah, padahal mereka telah diberikan bukti nyata berupa kitab dan bagian dari ilmu.
Dan juga harus hati-hati dari suatu kaum yang melakukan peribadahan dan penyembahan yang syirik kepada Allah.
Juga yang tersesat dari jalan Allah dan wahyunya serta syariatnya.
Hal ini terjadi karena rasa welas asih, belas kasihan dan dan kerahiban yang lebih mereka utamakan dibandingkan ibadah.
Dan perkara ini telah banyak tersebar di kalangan manusia.” (Majmul Fatawa 7/633-634).
Insya Allah bersambung ke bagian 3
(Terjemah bebas dari Haalus Salaf ma’al Ibadah-Syaikh Muhammad Bazmul, hal 7-8, cet. Darul Mirats 2012).
Keadaan Salaf di Dalam Ibadah 3
Keadaan Salaf di Dalam Ibadah 4
Rambu yang Kedua
Menunaikan ibadah yang hukumnya wajib adalah sebuah prioritas
Keadaan Salaf di Dalam Ibadah 5
Rambu yang Ketiga
Menjauhkan dari Segala yang Menyibukkan dan yang Melalaikan ketika Beribadah
Keadaan Salaf di Dalam Ibadah 6
Rambu yang Keempat
Amalan yang Paling Dicintai Allah adalah yang Terus Berjalan (Kontinu) Walaupun Sedikit
Keadaan Salaf di Dalam Ibadah 7
Di antara pintu-pintu terhalus yang digunakan setan untuk bisa masuk kepada bani adam adalah melalui pintu ibadah dan memperbanyaknya.
Memang demikian, ketika setan mendatangi seseorang dan tidak mampu untuk memalingkan orang tersebut dari ibadah dan tidak sanggup pula untuk membuka pintu syahwat dan pintu syubhat, maka apa yang setan lakukan?
Setan akan menggiringnya untuk beribadah kepada Allah dan memperbanyak ibadah sampai dia sendiri merasa kepayahan, hingga akhirnya dia pun terputus dari ibadah.
Contoh dari hal ini, sebagaimana halnya seseorang yang berkata, “Saya seorang pemuda yang semangat, maka sudah semestinya saya melakukan shalat malam sebanyak 13 rakaat atau 11 rakaat.”
Di bulan pertama mungkin dia masih kuat.
Di bulan kedua mulai menurun menjadi 9 rakaat.
Di bulan ketiga menurun lagi menjadi 7 rakaat.
Di bulan keempat.. turun lagi.
Terus demikian.
Menurun sampai dia tidak shalat malam lagi, bahkan witir pun dia tinggalkan.
Penyebab terjadinya hal di atas karena pemuda tersebut telah membebani dirinya terhadap sesuatu yang di luar batas kemampuannya.
Oleh karena itu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Ambilah oleh kalian dari amalan yang kalian mampu. Karena sesungguhnya Allah tidak merasa jenuh sampai kalian sendirilah yang jenuh.”
Maka wajib bagi seorang muslim untuk memperhatikan pembahasan ini, dan juga mengetahui bahwa amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang dilakukan terus-menerus walaupun sedikit.
Tiga rakaat yang ringan, tapi engkau jaga dalam penunaiannya, itu lebih baik jika dibandingkan dengan sebelas atau tiga belas rakaat yang dikerjakan hanya sebatas satu atau dua bulan saja kemudian terhenti, bahkan sampai shalat witirnya pun terhenti pada akhirnya.
Perkara ini membutuhkan siasat.
Seorang muslim hendaknya bisa mengatur dirinya di dalam menunaikan ibadah.
Telah datang sebuah atsar, “Sesungguhnya dalam setiap amalan itu terdapat masa syirrah -yakni masa lapang, luas dan semangat-.
Pada setiap masa syirrah, terdapat masa fatrah -yakni masa penurunan-.
Barang siapa yang mendapati masa fathrahnya tetap di atas sunnahku maka dia telah diberikan petunjuk.
Tetapi barang siapa yang mendapati masa fatrahnya tidak di atas sunnahku, maka dia akan binasa.” (HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Syaikh al Albani menshahihkan hadits ini dalam ta’liq Ibnu Khuzaimah).
Maka sudah seyogyanya bagi seorang muslim untuk mengetahui bahwa termasuk rambu-rambu ibadah dan karakteristik peribadahan kepada Allah yang telah dijalani oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan salafush shalih adalah:
Amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang terus menerus dilakukan walaupun sedikit.
Akan datang nanti hadits tentang tiga shahabat nabi yang datang ke rumahnya istri Rasulullah dan bertanya tentang keadaan ibadahnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ketika dikabarkan, mereka pun menganggap sedikit ibadahnya.
Oleh karenanya, jika keadaan rasul saja -ingat, beliau adalah seorang rasul- yang tidak memberat-beratkan dirinya dengan amalan yang beliau tidak sanggup untuk melakukannya, maka demikianlah seharusnya yang mesti dilakukan oleh umatnya jika mereka ingin bimbingan di dalam beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Insya Allah bersambung ke bagian 8
(Terjemah bebas dari Haalus Salaf ma’al Ibadah-Syaikh Muhammad Bazmul, hal 21-24, cet. Darul Mirats 2012).
➖➖➖
Keadaan Salaf di Dalam Ibadah 8
Rambu yang kelima
Beribadah itu dengan mencocoki (sunnah) bukan dengan lamanya (amalan)
Yang aku (Syaikh Muhammad Bazmul) maksud adalah mencocoki sunnah dan mengikuti sunnah.
Dari Ibnu Abbas, dari Juwairiyyah radhiallahu anha, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam di pagi buta keluar dari rumah istrinya, Juwairiyah radhiallahu anha untuk menunaikan shalat subuh.
Ketika ditinggalkan, posisi Juwairiyah sedang di tempat shalatnya.
Tatkala Rasulullah kembali di waktu dhuha, ternyata posisi Juwairiyah masih duduk. Rasulullah pun bertanya, “Apakah sejak aku tinggalkan engkau tetap dalam posisimu seperti ini?”.
Juwairiyah menjawab, “ya, benar.”
Maka Nabi bersabda, “Sungguh aku akan beritahukan kepadamu empat kalimat yang jika dibaca sebanyak tiga kali maka kalau seandainya ditimbang dengan apa yang engkau telah ucapkan selama engkau duduk tadi niscaya akan sebanding.
Kalimat tersebut adalah: SUBHANALLAHI WA BIHAMDIHI ‘ADADA KHALQIHI WA RIDHA NAFSIHI WA ZINATA ‘ARSYIHI WA MIDAADA KALIMATIHI”. (HR. Muslim 4905).”
Aku katakan (Syaikh Muhammad Bazmul):
Dari hadits ini bisa kita pahami bahwa yang dijadikan ibrah (pelajaran) bukanlah sekedar banyaknya, akan tetapi yang menjadi ibrah adalah kecocokan dan keselarasan (di dalam sunnah).
Inilah Juwairiyah. Beliau duduk dalam rangka berdzikir kepada Allah, sedangkan Rasulullah berkata, “Kalimat ini jika engkau ucapkan sebanyak tiga kali maka akan sebanding dengan dudukmu sejak aku keluar di shubuh hari sampai waktu dhuha.”
Sebanding dari sisi apa?
Para ulama berkata: Sebanding dari sisi pahala dan ganjaran.
Aku katakan (Syaikh Muhammad Bazmul): Maksud sebanding di sini adalah di tinjau dari makna kandungan dzikir-dzikir yang memuat nama Allah di dalamnya.
Sebagaimana hal ini selaras dengan sabda Nabi yang menerangkan bahwa surat Al Ikhlas itu sebanding dengan sepertiga Al Qur’an.
Maksud dari hal ini adalah dari sisi makna.
Maksudnya bahwa duduknya engkau untuk berdzikir kepada Allah dengan dzikir-dzikir yang ada, dibanding dengan engkau ucapkan kalimat ini niscaya itu lebih baik bagimu.
Di antara kalimat dzikir yang mempunyai makna secara menyeluruh adalah sebagaimana yang Rasulullah sabdakan ini.
Maka sudah semestinya bagi seorang muslim untuk mengucapkan:
SUBHANALLAHI WA BIHAMDIHI ‘ADADA KHALQIHI WA RIDHA NAFSIHI WA ZINATA ‘ARSYIHI WA MIDAADA KALIMATIHI”.
Karena dzikir ini lebih mencangkup luas dari sisi maknanya, setaraf jika dibandingkan dengan dzikir-dzikirnya seseorang yang di mulai sejak shubuh sampai waktu dhuha.
Oleh karenanya Rasulullah menyatakan: Jika seandainya engkau mengucapkan dzikir ini sebanyak tiga kali niscaya akan sebanding dengan seluruh dzikir yang engkau lantunkan selama engkau duduk.
Maksudnya adalah sebanding dari sisi makna.
Insya Allah bersambung ke bagian 9
(Terjemah bebas dari Haalus Salaf ma’al Ibadah-Syaikh Muhammad Bazmul, hal 25-27, cet. Darul Mirats 2012).
➖➖➖
Keadaan Salaf di Dalam Ibadah 9
Rambu yang Keenam
Meninggalkan Takalluf (memberat-beratkan diri) dan Tasyaddud (memaksa-maksakan diri) di Dalam Ibadah
Termasuk dari karakteristik ibadahnya Rasulullah dan para salafush shalih adalah meninggalkan takalluf dan tasyaddud di dalam ibadah.
Ini adalah perkara yang penting, seyogyanya bagi seorang muslim untuk bersemangat dalam beribadah kepada Allah di atas jalannya para rasul, shahabat dan salafush shalih ridwanullah alaihim.
Yahya ibn Abi Katsir berkata, “Aku dan Abdullah ibn Yazid pergi sampai kami mendatangi kediaman Abu Salamah.
Kamipun mengirim seorang utusan kepadanya untuk meminta agar beliau bisa menemui kami, kebetulan kediaman beliau letaknya dekat dengan masjid.
Kami berada di masjid hingga beliau datang menemui kami.
Beliau berkata (menawarkan), “Jika kalian mau masuklah atau jika kalian mau duduklah di tempat itu.”
“Tidak (perlu masuk), kita duduk di tempat itu saja”, jawab kami.
(Setelah kita duduk), maka beliau pun memberikan hadits.
“Abdullah ibn Amr ibnil Ash menyampaikan kepadaku bahwa beliau berkata, “Dahulu aku melakukan puasa dahr (puasa sepanjang hari) dan membaca Al Qur’an (sampai selesai) di setiap malam.”
Maka rasul diberitahu akan keadaan ini, kemudian beliau pun memanggiku melalui seorang utusan.
Aku pun menemui rasulullah dan beliau bertanya, “Apakah benar suatu kabar bahwa engkau berpuasa dahr dan menyelesaikan Al Qur’an pada setiap malam?”.
Aku menjawab, “Benar wahai nabi Allah dan aku tidak mewaksudkan hal ini kecuali perkara kebaikan.”
Rasulullah berkata, “Sesungguhnya cukup bagimu untuk berpuasa tiga hari di setiap bulannya.”
Aku menjawab, “Wahai nabi Allah, sesungguhnya aku mampu untuk bisa lebih dari itu.”
Rasulullah berkata, “Sesungguhnya istrimu mempunyai hak, tamumu mempunyai hak dan badanmu juga mempunyai hak.
Rasul melanjutkan, “Berpuasalah dengan puasa nabiyallah dawud karena beliau adalah manusia yang paling gemar beribadah.”
Aku bertanya kepada rasulullah, “Wahai nabi Allah, bagaimana bentuknya puasa dawud itu?”
“Berpuasa sehari dan berbuka sehari”, jawab rasulullah.
Beliau melanjutkan, “Hendaklah engkau membaca Al Qur’an (menyelesaikannya) pada setiap bulan.”
Aku berkata, “Wahai nabi Allah sesungguhnya aku sanggup melakukan dengan yang lebih dari itu.”
Rasul berkata, “Selesaikanlah pada setiap dua puluh hari.”
Aku berkata, “Wahai nabi Allah sesungguhnya aku sanggup melakukan dengan yang lebih dari itu.”
Rasul berkata, “Selesaikanlah pada setiap sepuluh hari.”
Aku berkata, “Wahai nabi Allah sesungguhnya aku sanggup melakukan dengan yang lebih dari itu.”
Rasul berkata, “Selesaikanlah pada setiap tujuh hari dan janganlah lebih dari itu karena sesungguhnya istrimu mempunyai hak, tamumu mempunyai hak dan badanmu juga mempunyai hak.”
Aku yang memberat-beratkan sendiri dalam hal ini maka aku pun terasa berat.
Rasul berkata kepadaku, “Sesungguhnya engkau tidak mengetahui panjangnya umurmu nanti.”
Aku pun mendapati sebagaimana yang rasul katakan.
Ketika aku mendapati masa tua, aku pun menyukai kalau saja dahulu aku terima saja keringanan yang diberikan oleh nabi kepadaku.” (HR. Muslim 1963)
Insya Allah bersambung ke bagian 10
(Terjemah bebas dari Haalus Salaf ma’al Ibadah-Syaikh Muhammad Bazmul, hal 25-27, cet. Darul Mirats 2012).
➖➖➖
💐 Wa Sedikit Faidah Saja (SFS)
➖➖➖
💾 Arsip lama Wa SFS, INdiC dan INONG terkumpul di catatankajianku.blogspot.com dan di link telegram http://bit.ly/1OMF2xr

, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.