75
Masalah Penting (9)
semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
masalah penting yang perlu diketahui seorang muslim yang kami susun dalam
bentuk tanya-jawab; semoga Allah menjadikan risalah ini ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, Allahumma amin.
tujuh:
memakai hukum selain Allah?”
berhukum dengan hukum Allah bisa menjadi kafir apabila dia menghina hukum
Allah, menganggap bahwa hukum selain Allah lebih baik atau lebih cocok dipakai
seperti orang yang membuat undang-undang yang menyalahi syari’at Islam, di mana
mereka tidaklah membuat undang-undang tersebut kecuali karena adanya anggapan
bahwa hukum Allah tidak cocok lagi atau kurang baik, dsb.
yang tidak berhukum dengan hukum Allah bisa juga menjadi zalim (tidak kafir)
apabila ia melakukan hal itu, namun ia yakin bahwa hukum Allah-lah yang benar,
yang baik, yang cocok, hukum yang dipakainya yang salah, ia juga tidak
meremehkannya.
menjadi fasik (tidak kafir), apabila ia melakukan hal itu (tidak menggunakan
hukum Allah) karena ada rasa sayang kepada orang yang terkena hukuman itu atau
karena diberi sogokan (risywah), namun ia tetap yakin bahwa hukum Allah-lah
yang benar dan hukumnya yang salah, seperti karena si pencuri itu adalah
kerabatnya, dsb.”
terbagi tiga:
Munazzal (hukum yang diturunkan Allah Ta’ala), yaitu
syari’at Allah dalam kitab-Nya dan Sunnah Nabi-Nya, ini semua adalah benar dan
jelas.
Mu’awwal, yaitu hukum yang berasal dari ijtihad
para ulama mujtahidin. Hukum ini bisa benar dan bisa salah; benar mendapatkan
dua pahala dan salah mendapatkan satu pahala.
yaitu berhukum dengan menggunakan hukum selain yang Allah turunkan; tidak
menggunakan hukum munazzal. Orang ini bisa kafir, bisa zalim, dan bisa fasik
sebagaimana telah diterangkan di atas.
delapan:
dilihat di dunia?”
dapat dilihat di dunia, namun di akhirat, maka orang-orang mukmin akan melihat
Allah pada saat di mahsyar dan pada saat di surga.”
sembilan:
adalah semua orang mukmin yang saleh dan bertakwa, Allah Azza wa Jalla
berfirman,
اللّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ— الَّذِينَ آمَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ
wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.–(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu
bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63)
seseorang tergantung tingkat keimanannya.
kita itu dari ilmu kalam?”
sekali tidak, rujukan kita dalam berkidah dan beribadah adalah kitab Allah (Al
Qur’an) dan Sunnah Rasul-Nya dengan pemahaman as salafush shaalih. Adapun ilmu
kalam, bukanlah rujukan dalam akidah, karena ilmu kalam menetapkan akidah
berdasarkan akal bukan wahyu.”
satu:
dengan Al Qur’an saja tanpa memegang Sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam?”
bahkan kita harus memegang kedua-duanya dan memahaminya seperti yang dipahami
generasi pertama Islam dari kalangan sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in.”
ketujuhpuluh dua:
sekarang, kita melihat banyaknya golongan atau aliran yang beraneka ragam,
masing-masing dari mereka mengaku bahwa merekalah yang benar, sehingga seorang
muslim yang awam melihat seperti ini menjadi bingung, lalu golongan manakah
yang harus benar?”
Islam dengan benar akan mengetahui bahwa banyaknya perselisihan dan golongan
ini telah diberitakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sejak
berabad-abad yang lalu, Beliau pun telah memberitahukan jalan keluar kepada
umatnya yang hidup sepeninggalnya nanti tentang sikap yang harus dilakukan
seorang muslim jika menemukan zaman yang di sana terjadi banyak perselisihan
agar tidak tersesat. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
kamu akan melihat sepeninggalku perselisihan yang dahsyat, maka peganglah
Sunnahku dan sunnah para khalifah yang lurus lagi mendapatkan petunjuk.”
(Shahih, HR. Ibnu Majah)
berpegang kepada Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnah para khalifah yang lurus setelah Beliau yang mewakili para sahabat
keseluruhan. Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnah para
sahabat merupakan tolok ukur benar tidaknya akidah, pemahaman,
dan ibadah kita di zaman banyaknya perselisihan seperti sekarang, jika akidah,
ibadah, dan pemahaman kita sama seperti mereka berarti kita sudah benar dalam
memahami Islam.
tiga:
diri hanya dengan mengaku beriman?”
secara benar harus ada fakta nyata yang membuktikannya, Allah Subhaanahu wa
Ta’aala berfirman,
آمَنَّا قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِن قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ
الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِن تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُم
مِّنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئاً إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Arab Badui itu berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah, “Kamu
belum beriman, tetapi katakanlah, ‘kami telah tunduk,’ karena iman itu belum
masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul–Nya, Dia
tidak akan mengurangi sedikit pun pahala amalanmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujuraat: 14)
empat:
(berbuat bid’ah) dalam agama, dan apakah ada bid’ah hasanah (yang baik)?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
diada-adakan (dalam agama) adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat
”(Shahih, HR. Abu Dawud)
menunjukkan tidak adanya bid’ah hasanah.”
akan kembali jaya?”
agamanya dengan mengamalkannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
kalian pegang buntut-buntut sapi dan kalian ridha dengan tanaman kalian[ii]
serta kalian tinggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada
kalian. Dia tidak akan mencabutnya sampai kalian kembali kepada agama kalian.”
(HR. Abu Dawud).
Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.
Maraaji’ : Minhajul Muslim (Abu
Bakr Jabir Al Jazaa’iriy), ‘Aqiidatu kuuli muslim (Muhammad bin Jamil
Zainu), Al Walaa’ wal Baraa’ fil Islam (Shalih Al Fauzaan), Syarh
Tsalaatsatil ushuul (M. bin Shalih Al Utsaimin), Tafsir Juz ‘Amma (M.
bin Shalih Al ‘Utsaimin) Tafsir al ‘Usyril akhiir minal
Qur’aanil kariim wa yaliihi Ahkaam tahummul muslim, Taisirul Karimir rahman fii
tafsir kalaamil mannaan (Abdurrahman As Sa’diy), Aqidatut
Tauhid (Shalih Al Fauzan), Al Kabaa’ir (Imam Adz Dzahabiy), Untaian
Mutiara Hadits (penulis), Majalah As Sunnah (Edisi
09/VII/1424H/2003M), Akhtha’
fil ‘Aqiidah (dari internet), dll.
kepada seseorang, lalu membelinya kembali secara tunai dengan harga kurang. Hal
itu, karena apabila seseorang menjual barang dengan harga Rp. 100.000 dengan
tempo, lalu ia membeli lagi darinya seharga Rp. 50.000 dengan tunai sama saja
menukar lima puluh ribu dengan seratus ribu yang satu tunai dan yang satu lagi
tempo dengan tambahan harga, dan hal ini adalah riba nasi’ah. Si penjual
memperoleh kembali uangnya dan memperoleh tambahannya.
dunia lalai terhadap kewajiban agama.

, Terimakasih telah mengunjungi Keimanan.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.